Puluhan produsen kendaraan listrik asal China diperkirakan menghadapi tekanan besar untuk bertahan pada 2026. Hal ini terjadi seiring melemahnya permintaan domestik dan berakhirnya berbagai subsidi serta insentif pajak dari negara setempat.
Kondisi ini diperkirakan akan mendorong banyak perusahaan merugi, sehingga terpaksa keluar dari pasar otomotif terbesar di dunia tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir Channel News Asia, ada sekitar 50 produsen EV China yang belum mencatatkan keuntungan, dan kini berada di bawah tekanan. Mereka tengah memperkecil skala bisnis atau menghentikan operasional, karena sektor otomotif negara itu diproyeksikan mengalami penurunan penjualan tahun depan akibat minimnya permintaan dan dukungna pemerintah berkurang.
"Waktu tidak berpihak pada pemain yang produknya tidak mampu menarik minat pengemudi muda," ujar Qian Kang, pemilikpabrik printed circuit board otomotif diProvinsi Zhejiang bagian timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kinerja tahun depan akan menjadi penentu bagi sebagian besar perakit EV yang merugi," katanya lagi dalam Channel News Asia dariSouth China Morning Post,dikutip Senin (29/12).
Para analis memperkirakan, dengan berakhirnya subsidi tunai dan insentif pajak, pasar mobil domestik di China bakal mengalami penurunan, sekalipun produsen menawarkan diskon besar.
Pemerintah China saat ini masih berpikir apakah subsidi tukar tambah sebesar 20 ribu yuan (US$2.845) akan diperpanjang atau tidak. Sementara itu, kini pembeli EV masih dibebaskan dari pajak pembelian sebesar 10 persen.
Namun, mulai Januari, pembelian tersebut akan dikenai pajak sebesar 5 persen hingga tarif normal 10 persen kembali berlaku pada 2028.
Deutsche Bank bulan lalu memperkirakan total pengiriman kendaraan di China akan anjlok 5 persen pada 2026. Pada Oktober, JPMorgan memproyeksikan total penjualan mobil di China baik berbahan bakar bensin maupun EV, dapat turun antara 3 persen hingga 5 persen tahun depan.
Proyeksi tersebut menegaskan bahwa kelebihan kapasitas produksi telah memicu beberapa gelombang perang diskon yang brutal selama tiga tahun terakhir. Kondisi itu berdampak negatif pada profitabilitas produsen mobil lokal.
Di sisi lain, produsen EV China juga telah menginvestasikan miliaran dolar AS dalam penelitian dan pengembangan guna memperoleh keunggulan teknologi. Ini artinya tekanan makin nyata terkait prospek pendapatan mereka.
Hanya segelintir produsen EV China, termasuk BYD, produsen mobil listrik terbesar di dunia, serta Seres yang didukung Huawei Technologies yang berhasil mencatatkan keuntungan dalam periode yang sama.
"Masa kejayaan penggalangan dana di sekitar produsen EV China dan pemasok komponen utama kini telah berlalu," kata Yin Ran, investor yang berbasis di Shanghai.
"Ini akan menjadi pertarungan bertahan hidup, di mana produsen yang menguntungkan akan menjadi pemenang, sementara pemain yang merugi segera kehabisan dana," ucap Ran.
(ryh/dmi)