Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Amanat Nasional akan menggelar rapat untuk menentukan arah koalisi mereka lima tahun mendatang, apakah bergabung bersama kubu Jokowi di pemerintahan atau tetap di koalisi Prabowo dan berperan sebagai penyeimbang.
“Kami akan rapat dulu sebelum memutuskan soal koalisi,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Bara Hasibuan kepada CNNIndonesia, Rabu (3/8). Ia tak bisa memastikan kapan rapat akan digelar.
Menurut Bara, pertemuan antara Ketua Umum PAN Hatta Rajasa dan presiden terpilih Joko Widodo adalah inisiatif keduanya, bukan salah satu saja. Namun hal itu tak bisa langsung diartikan PAN hendak merapat ke Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dugaan itu terlalu prematur. Wajar bila Hatta dan Jokowi bertemu setelah berkompetisi dalam Pemilu Presiden. PAN belum menentukan arah koalisi,” ujar Bara.
Sementara Ketua DPP PAN Bima Arya tak mau berkomentar soal pertemuan Jokowi dengan Hatta di kediaman Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, Senin malam (1/9).
Hatta usai pertemuan koalisi Merah Putih di Cikeas, Selasa (2/9), mengatakan partainya belum mengambil keputusan soal posisi politik mereka. PAN akan lebih dulu menggelar rapat internal.
Menurut Hatta, Jokowi adalah sahabatnya. Maka ia bertemu mantan Wali Kota Solo itu untuk mengucapkan selamat karena telah memenangi Pemilu Presiden. Hatta juga berencana menemui wakil presiden terpilih Jusuf Kalla.
PDIP menyambut baik langkah Hatta. “Itu bagian dari silaturahmi sekaligus menunjukkan demokrasi yang baik,” kata fungsionaris PDIP Pramono Anung.
Wakil Ketua DPR itu mengindikasikan kemungkinan PAN bergabung dengan kubu Jokowi di pemerintahan mendatang. “Negara ini tidak bisa diurus sendirian,” ujar Pram.
Dewan Pimpinan Pusat PDIP Puan Maharani, Selasa (26/8), mengatakan partainya tetap terbuka bagi partai-partai lain yang hendak merapat. PDIP mengincar tambahan mitra koalisi untuk menguasai parlemen. Dukungan kuat parlemen diperlukan untuk memuluskan program-program pemerintahan Jokowi. Saat ini koalisi partai pendukung Jokowi belum mencapai 50 persen dari total kursi DPR.