Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Daerah RI meminta Mahkamah Konstitusi menghukum Dewan Perwakilan Rakyat karena mengabaikan putusan MK terkait wewenang DPD. MK pada 27 Maret memberikan wewenang kepada DPD untuk ikut mengajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang sejak awal hingga akhir meski tak terlibat dalam pengesahannya.
Namun nyatanya DPR tak melibatkan DPD dalam pembahasan RUU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UUMD3) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang pada 8 Juli, sehari sebelum pemilu presiden. UU MD3 kemudian digugat DPD, KPK, PDIP, dan sejumlah pihak lain ke MK. Gugatan atas UU MD3 hingga kini masih dalam proses persidangan.
Ketua Tim Litigasi DPD I Wayan Sudirta menyatakan DPR dapat dikategorikan melawan hukum atau merendahkan martabat lembaga peradilan (
contempt of court). Menurutnya, tak boleh ada pihak manapun yang boleh mengabaikan putusan peradilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politikus asal Bali itu mengatakan sesungguhnya MK dapat membuat hukum acara untuk mengatur sanksi bagi pihak yang mengabaikan putusan lembaga itu. “Ini supaya putusan MK dapat benar-benar dieksekusi. Cantumkan sanksi bagi yang tidak mengeksekusi,” ujar Sudirta di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (12/9).
Jika putusan MK ke depannya terus diabaikan oleh DPR, maka lembaga penjaga konstitusi itu bisa kehilangan wibawa. Sudirta lantas mencontohkan putusan-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang kerap diabaikan oleh pemerintah.
DPD menggugat UU MD3 karena dinilai memangkas kewenangan lembaga tersebut. “Orang-orang yang menyetujui UU MD3 tidak layak duduk di DPR,” kata Sudirta.