Jakarta, CNN Indonesia -- Solusi perdamaian antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih di Dewan Perwakilan Rakyat yang mengharuskan adanya perubahan UU MD3 (Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) disayangkan oleh Partai Persatuan Pembangunan.
"Kami sesali mengapa harus menambahkan jumlah pimpinan yang seakan-akan KIH menuntut. Seperti diada-adakan begitu, dengan cara menambah kursi untuk mengubah UU MD3," ujar Wakil Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa, di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, Jakarta, Selasa (11/11).
Suharso menilai, seharusnya KMP memberi 16 kursi terlebih dahulu kepada KIH, untuk kemudian mendiskusikan penambahan kursi wakil ketua lewat revisi UU MD3. Mengenai jumlah kursi yang diinginkan oleh PPP, Suharso mengatakan hal tersebut hingga kini masih dalam pembahasan di tubuh internal KIH. Dia mengatakan, posisi sebagai pimpinan adalah hal yang paling penting. Sedangkan posisi ketua ataupun wakil ketua bukan menjadi prioritas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan yang sama, Suharso juga menampik argumen dari pihak KMP yang menyatakan Partai Republik di Amerika Serikat bisa menguasai parlemen di saat pemerintahannya terdiri dari Partai Demokrat.
"Di sana kan (Partai Republik) partai pemenang (pemilu), di sini kan ada partai pemenang juga, tapi tidak dapat. Menurut saya ini dua hal yang tidak bs disamakan. Kita multipartai, di sana dua partai," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, kesepakatan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat mengenai dualisme yang menghampiri dewan selama dua minggu belakangan ini telah menemui titik temu.
Koordinator KMP Idrus Marham telah mengatakan ada 21 kursi yang akan diberikan kepada KIH. Sedangkan, politikus senior PDI-Perjuangan Pramono Anung mengatakan akan ada revisi UU MD3 dan juga tata tertib, yang bertujuan untuk menambah posisi wakil ketua di AKD (Alat Kelengkapan DPR) demi mengakomodasi permintaan KIH.
KIH sebelumnya juga telah mengeluarkan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR dan membentuk DPR tandingan karena menganggap penetapan pimpinan alat kelengkapan dewan saat ini dirasa tidak adil.