Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional (Munas) Bali Aburizal Bakrie menolak usulan munas gabungan atau rekonsiliasi yang dilontarkan oleh kubu rivalnya, Agung Laksono.
"Masih jauh berbicara soal munas gabungan," ujar Ical saat jumpa pers di Bakrie Tower, Jakarta, Selasa (16/12). Menurutnya, mekanisme rekonsiliasi yang harus dilakukan yakni melalui Mahkamah Partai bukan Munas gabungan.
"Tentu mengharapkan apa yang diputuskan mahkamah partai," katanya. Ia sepakat dengan apa yang diusulkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pagi tadi di kantor Kementerian Hukum dan HAM Yasonna menggelar jumpa pers. Yasonna mengatakan tak dapat mengesahkan kepengurusan ganda yang diajukan oleh kubu Ical hasil dari Munas Bali dan kubu Agung Laksono yang dihasilkan dari Munas Jakarta. Yasonna menyerahkan penyelesaian konflik internal melalui Mahkamah Partai dan peradilan.
Untuk itu, Ical mengamini saran Yasonna apabila mekanisme melalui Mahkamah Partai tak juga menunjukkan titik temu, kedua kubu harus menyelesaikan di meja hijau.
Selain Ical, Ketua Harian DPP Golkar versi Munas Bali MS Hidayat juga menilai munas gabungan bukanlah prioritas untuk menangani konflik internal partai. "
If worse comes to worst (jika kemungkinan terburuk harus terjadi)," ujarnya.
Sebelumnya, Partai Golkar kubu Agung Laksono bersedia berdamai dengan kubu Aburizal Bakrie melalui munas rekonsiliasi yang melibatkan kedua kubu. Munas diselenggarakan oleh panitia netral yang tidak terlibat dalam kepanitiaan munas di Bali atau di Ancol, Jakarta.
Kubu Agung Laksono mempertanyakan Mahkamah Partai Golkar yang harus digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena kedua kubu memiliki Mahkamah Partai-nya sendiri-sendiri.
"Dua kepengurusan ini diakui dan kedua kubu juga memiliki Mahkamah Partai masing-masing," ujar Agung Laksono saat hendak meninggalkan kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Selasa siang (16/12).
Agung pun menolak jika Mahkamah Partai yang dipilih untuk menjadi inisiator perdamaian adalah Mahkamah Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Riau pada 2009. Alasannya adalah karena Golkar versi Munas Ancol tidak lagi mengakui kepengurusan hasil Munas Riau tersebut.
"Tidak, tidak bisa. Kami tidak mengakui kepengurusan itu lagi. Jika kami diminta untuk penyelesaian internal dulu, kita coba untuk ikuti. Namun jika harus sampai pengadilan pun tidak masalah," ujar Agung.
Hal itu bertentangan dengan perkataan Yasonna yang masih mengakui kepengurusan Partai Golkar versi Munas 2009 sebagai pengurus yang sah. "Partai Golkar masih diakui sebagai partai politik. Tapi kepengurusan yang jadi persoalan di sini. Kepengurusan di Kemenkumham tercatat masih yang lama," ujar Yasonna dalam jumpa pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12).