Jakarta, CNN Indonesia --
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menyatakan perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) terhadap putusan perkara tentang persyaratan pasangan calon kepala daerah yang hanya dibatasi paling sedikit dua pasangan calon sudah tepat. Ia menilai penetapan ini tidak bertentangan dengan konstitusi.Patrialis menuturkan, calon yang mengikuti Pilkada adalah sebuah subjek hukum, dimana subjek hukum tersebut merupakan orang yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh perundang-undangan.
Penetapan ini untuk melandaskan prinsip dasar Pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan demokratis. "Pilkada bukan merupakan referendum, akan tetapi pemilihan dari beberapa pilihan atau lebih dari satu untuk dipilih. Apabila calon tunggal dibenarkan dalam Pilkada, maka bisa jadi suatu saat akan terjadi penyelundupan hukum," ujar Patrialis dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patrialis mengatakan, pelaksanaan Pilkada yang hanya dengan calon tunggal akan melahirkan liberalisasi yang dilakukan oleh para pemilik modal untuk 'membeli' partai politik. Sehingga, ia berharap seharusnya bukan calon tnggal yang diperbolehkan, melainkan kemudahan persyaratan bagi calon independen mengikuti pilkada.
Lebih lanjut, Patrialis mengaku kebaradaan calon tunggal dalam setiap daerah kemungkinan disebabkan oleh petahana (incumbent) yang sulit dikalahkan oleh calon baru. Namun, dengan tetap mempertahankan minimal dua pasalangan calon dalam setiap Pilkada, Indonesia dinilai telah melakukan pendidikan politik bagi partai politik."Perkiraan petahana sulit dikalahkan hanyalah asumsi dan selama ini belum ada contoh konkrit dalam pilkada dan tidak tertutup kemungkinan calon baru bisa mengalahkan petahana," ujarnya.
Menurut Patrialis, MK terlalu jauh masuk ke dalam kewenangan pembentukan undang-undang bila telah membenarkan adanya calon tunggal dalam Pilkada.
Ia mengacu pada keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamis Malik dalam sidang terbuka MK, Selasa (8/9), yang menyampaikan penundaan Pilkada terhadap beberapa Kabupaten di Indonesia dikarenakan tidak memenuhi persyaratan paling sedikit dua pasangan calon. "Seyogyanya, daerah yang calonnya kurang dari dua untuk menunda Pilkada sesuai dengan tenggang waktu yang ditentukan oleh pembuat UU. Tanggung jawab untuk memenuhi pasangan calon tersebut berada pada partai politik yang berhak mencalonkan calon kepala daerah," ujarnya.
Patrialis meminta seharusnya MK lebih memfokuskan pada persoalan konstitusionalitas norma UU serta memperhatikan tahapan yang telah dilakukan oleh KPU.
Ia mengatakan, keterlibatan MK dalam menilai penerapan UU telah bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2015. Patrialis menyatakan, kedudukan calon tunggal dalam pilkada bila dilihat dari asas hukum Pemilu Luber dan Jurdil pada dasarnya meniadalan kontestasi. Pasalnya, Pemilu tanpa kontestasi hakikatnya bukan pemilu yang senafas dengan asas Luber dan Jurdil.
(bagus wijanarko)