Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengaku Indonesia membutuhkan pesawat amfibi atau multifungsi seperti US-2 buatan pabrik ShinMaywa, Jepang.
"Kemhan butuh buat surveillance, BNPB juga butuh, Bu Susi kan juga butuh," ujar Mahfudz di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Rabu (18/11).
Mahfudz mengatakan Indonesia tidak secara langsung akan membeli US-2 produksi ShinMaywa. Meski, saat ini PT Dirgantara Indonesia dan ShinMaywa sedang menjajaki proses kerja sama produksi alat utama sistem senjata atau alutsista.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ShinMaywa merupakan salah satu opsi Indonesia membeli pesawat multifungsi. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menceritakan isu perlunya Indonesia membeli pesawat multifungsi semenjak kebakaran hutan dan lahan.
"Ketika Karhutla, di media muncul perlunya Indonesia pesawat
fire fighting dan muncul opsi Beriev (Rusia), Hercules, Chinook (Amerika) dan ShinMaywa (Jepang)," katanya.
Meski dinilai butuh, Mahfudz belum dapat memperkirakan berapa banyak pesawat multifungsi yang nantinya dibutuhkan Indonesia. Hingga saat ini, Mahfudz mengatakan belum ada pembicaraan mengenai pembelian pesawat berasama Kementerian Pertahanan.
Sehingga, hal tersebut belum disampaikan ke pimpinan DPR. Selain itu, perencanaan pembelian pesawat tidak masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.
Ada mekanisme pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Indonesia yang menjadi rujukan para pemegang kepentingan.
Spesifikasi teknis dari setiap alutsista biasanya diajukan dari masing-masing angkatan yang ada di militer ke Mabes TNI dan selanjutnya diajukan ke Kementerian Pertahanan.
Berdasarkan spesifikasi teknis yang diajukan, maka kemudian dilakukan pengkajian produk mana yang dianggap memenuhi persyaratan. Dari situ lantas diputuskan jenis, kualitas, merek, serta pertimbangan produk asing sekiranya produsen dalam negeri belum mampu memproduksi.
Daftar pengajuan alutsista itu selanjutnya dimasukkan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN). Setelah proses anggaran di DPR dibahas dan disetujui menjadi APBN dam baru diteruskan dengan proses pembelian dan pengadaan.
(obs)