Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Ancol, Agung Laksono menginginkan agar pergantian posisi Ketua DPR dilakukan dengan sistem kocok ulang atau dilakukan secara paket.
Hal ini dengan mengacu pada Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sebelum revisi, yang memilih pimpinan DPR berdasarkan sistem kocok ulang atau secara paket.
"Kami tidak sepakat langsung diganti dan lebih baik kocok ulang scr paket. Karena sisa pimpinan DPR ini tidak efektif lagi. Kita kembali pada UU MD3 yang lama," kata Agung di kediamannya, Jakarta Timur, Kamis (17/12).
Agung menilai dengan sistem kocok ulang, maka tampuk kepemimpinan Ketua DPR dapat dijabat oleh partai pemenang Pemilu, yakni PDI Perjuangan. Kemudian, pimpinan DPR lainnya berdasarkan urutan partai setelah PDI Perjuangan, yakni Golkar, Gerindra dan Demokrat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, jika hanya mengganti Ketua DPR saja tanpa pimpinan yang lain, maka sistem yang berjalan akan tidak efektif dan hanya terkesan tambal sulam.
"Menurut saya kalau hanya tambal sulam juga tidak efektif. Menurut kami lebih baik kocong ulang," kata Agung.
Agung mengatakan jika sistem kocok ulang harus mengubah atau merevisi UU No. 17 tahun 2014 MD3, maka hal itu mau tidak mau harus dilakukan. Revisi pun menurutnya tidak akan memakan waktu lama.
"Jika harus mengubah UU, kalau dulu bisa mengubah secepat kilat, kenapa sekarang tidak bisa?," kata dia.
Selain itu, menurut Agung pergantian posisi pimpinan ini diharapkan dapat menjadi momentum menata ulang parlemen yang kinerjanya dianggap masih rendah dalam hal legislasi.
Semalam, sidang Mahkamah Kehormatan Dewan atas pengaduan Menteri ESDM Sudirman Said terhadap Setya Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dinyatakan ditutup dengan menerima surat pengunduran diri Setua Novanto sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019, tertanggal 16 Desember 2015
Terhitung sejak hari Rabu 16 Desember 2015, saudara Setya Novanto dinyatakan berhenti sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019.
(bag)