LSM Fitra: Optimalisasi Pemungutan Pajak, Bukan Pengampunan

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Minggu, 06 Mar 2016 16:06 WIB
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) FITRA menganggap masalah utama dalam dunia pajak di Indonesia adalah sistem pemungutan pajak yang belum optimal.
Samsat Keliling memudahkan pembayaran pajak kendaraan, serta sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. (ANTARA FOTO)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) FITRA menganggap masalah utama dalam dunia pajak di Indonesia ada pada sistem pemungutan pajak yang belum optimal.

Oleh karena itu, LSM tersebut menilai Pemerintah seharusnya memperbaiki sistem pemungutan pajak hingga sempurna, dibanding memberi pengampunan pajak kepada para pengemplang.

"Saat ini sistem perpajakan kita masih konvensional, masa mau dipaksakan untuk adanya tax amnesty? Tax amnesty tidak memberi pengaruh yang cukup besar kepada APBN," ujar Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (6/3).
Menurut catatan FITRA, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan hanya menargetkan pendapatan dari pengampunan pajak tahun ini sebesar Rp60 triliun. Padahal, jika ditelusuri sebenarnya ada dana hingga Rp10.000 triliun yang berada di luar negeri dan dibawa oleh para pengemplang pajak dari Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sistem pengampunan pajak selalu gagal ketika diterapkan pada 1964 dan 1984 karena tidak sejalan dengan sistem dan mekanisme tata cara pemungutan pajak. Kebijakan serupa yang akan dilakukan saat ini diprediksi akan kembali gagal, karena hanya dimanfaatkan oknum tertentu tanpa berdampak signifikan terhadap pendapatan negara," ujarnya.

Pada Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak yang telah disusun Pemerintah tertulis bahwa pembayaran uang tebusan yang dapat disetorkan para pengemplang pajak berjumlah antara 3 hingga 8 persen dari jumlah total tagihan. Menurut Yenny, jumlah tersebut sangat minim dan diprediksi dapat menjadi alat bagi para pengemplang untuk lebih giat melarikan dana ke luar negeri.
"Seharusnya, tanpa sanksi pidana uang tebusan itu di atas 25 persen. Ini hanya kebijakan akal-akalan yang berpotensi menguntungkan kelompok tertentu di saat dalam negeri butuh uang segar untuk pembiayaan infrastruktur," ujarnya.

Pada Jumat (4/3) lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan anggaran besar untuk proyek pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang.

Pembangunan tersebut, ujarnya, berkaitan dengan terutama infrastruktur seperti pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, jalur kereta api dan bandara.

"Semua butuh anggaran, uang dan kecepatan. Untuk membangun itu semua dari APBN tidaklah cukup,"kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan APBN Indonesia bisa menutupi Rp 1.500 triliun dalam lima tahun. Padahal, kebutuhan APBN Indonesia melebihi Rp 5.000 triliun.

Kekurangan itulah, kata Jokowi, yang akan dicari dan diperkuat dari pendapatan negara sektor pajak atau melalui mekanisme pengampunan pajak.
Jokowi juga mengatakan draf RUU Tax Amnesty beserta Surat Presiden telah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jokowi menyerahkan sepenuhnya pembahasan RUU tersebut kepada DPR yang akan memulai reses pada 16 Maret mendatang. (yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER