Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah anggota DPR mengkritisi ketiadaan payung hukum yang melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Anggota Komisi VIII DPR Rahayu Saraswati berpedapat, hukuman kebiri tidak menimbulkan efek jera bagi predator.
Menurut Rahayu, kebiri dapat memperberat tingkat bahaya predator karena bertolak belakang dengan kebutuhan akan kontrol dan penguasaan diri. "Kebiri bukan berikan efek jera tetapi balas dendam," kata Saras, mengajukan interupsi dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/5).
Politikus Partai Gerindra ini berpendapat, kebiri dapat membuat predator mengembangkan siasat baru, termasuk menyertakan orang lain guna melampiaskan hasrat. Dia menekankan anak laki-laki juga kerap kali dilecehkan secara seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, dia meminta pemerintah memikirkan secara matang sebelum menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang menyertakan kebiri sebagai hukuman tambahan.
Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini mendesak pimpinan dewan memasukkan rancangan undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2016. Sehingga draf beleid ini dapat disahkan menjadi UU dalam dua kali masa sidang.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, wacana itu akan disampaikan dalam rapat Badan Musyawarah terdekat. DPR akan memperkuat regulasi yang memberikan hukuman maksimal dan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
"Pelajari dulu. Jangan terlalu reaktif hanya karena satu dua peristiwa. Karena aturan UU yang mau dibuat ini berlaku panjang," tutur Fadli.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta langkah cepat pemerintah mengatasi kekerasan seksual terhadap anak yang marak. "Pemerintah harus datang dengan proposal yang komprehensif. Saya rasa DPR akan kompak soal itu," ucap Fahri.
Persiapan Belum MatangSementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan, dirinya belum menerima Perppu perlindungan anak. Awalnya, Perppu ini akan dikirim pemerintah ke DPR pada pembukaan masa sidang kelima, hari ini (17/5).
Hal itu direncanakan agar Perppu ini dapat segera berlaku. DPR memiliki waktu tiga bulan untuk memutuskan menerima atau menolak Perppu. Pemerintah sebelumnya berpendapat merevisi UU Perlindungan Anak memerlukan waktu yang lama.
"Tanya Pak Yasonna. Belum ada di meja saya," kata Pramono.
Presiden Joko Widodo sebelumnya memutuskan akan menerbitkan Perppu mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan, ada pemberatan hukuman dalam perppu, seperti hukuman pokok kurungan penjara maksimal 20 tahun.
Dalam UU Kekerasan Anak saat itu, hukuman maksimal bagi pelaku hanya 15 tahun. Selain itu, Perppu memuat hukuman tambahan seperti kebiri, pemasangan gelang dengan chip, dan pengungkapan identitas pelaku. Pemberian hukuman pokok dan tambahan menjadi kewenangan hakim.
(rdk)