IPW: Pemilihan Tito Jadi Kapolri Rusak Kaderisasi Polri

Alfani Roosy Andinni | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jun 2016 19:40 WIB
IPW menilai mengangkat dan memberhentikan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden, namun Jokowi harus memperhatikan jenjang karir, kepangkatan di kepolisian.
Irjen Tito Karnavian saat dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016. Kini Tito ditunjuk menjadi Kapolri oleh Jokowi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan Presiden Joko Widodo bisa merusak tatanan dan sistem kaderisasi di tubuh korps Bhayangkara dengan menunjuk Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kepala Polisi Republik Indonesia menggantikan Jenderal Badrodin Haiti.

Menurutnya, mengangkat dan memberhentikan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden, namun seharusnya Jokowi memperhatikan jenjang karir dan kepangkatan di kepolisian.

"Hal itu sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian," kata Neta Kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 11 ayat 6 UU Kepolisian menyebut calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kapolri yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier. Menurut Neta, Tito masih terlalu muda untuk diangkat menjadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara.

"Masih ada lima angkatan di atasnya dan pensiunannya masih sangat panjang sampai tahun 2022. Tentu kurang sehat bagi organisasi Polri," ucapnya.

Neta berpendapat, masih banyak senior yang jauh di atas Tito. Sehingga, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme itu perlu lebih dulu mendukung senior untuk menjadi Kapolri.

"Tito terlalu junior. Kalau pun Tito menjadi Kapolri dipastikan dia tidak akan nyaman memimpin para seniornya," tuturnya.

Tito, kata dia, bisa menjadi Kapolri pada masa mendatang. Mengingat, masa pensiun mantan Kepala Polisi Daerah Metro Jaya itu masih lama yakni 2022.

"Tapi karena ini hak preogatif presiden, sebagai rakyat kami mau bilang apa. Meski presiden bisa saja dinilai merusak tatanan dan sistem  kaderisasi di Polri," ucapnya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER