ANALISIS

Adu Taktik Pemasaran Agus Yudhoyono, Anies Baswedan, dan Ahok

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 05 Okt 2016 13:33 WIB
Sejumlah bakal kandidat gubernur Jakarta mulai riuh terlibat perang urat syaraf meski masa kampanye resmi baru dimulai 28 Oktober. Ahok dan Anies paling gaduh.
Para bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta berfoto bersama. (Dok. Akun Instagram @aniesbaswedan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga bakal calon gubernur DKI Jakarta, yakni petahana Basuki Tjahaja Purnama dan dua penantangnya –Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan– telah gencar adu strategi pemasaran untuk meraih simpati warga Jakarta sepekan terakhir ini, pasca-ketiga bakal kandidat resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta.

Langkah-langkah pemanasan tersebut makin riuh meski masa kampanye baru resmi dimulai pada 28 Oktober. Antarkandidat bahkan mulai melontarkan perang urat syaraf, baik secara langsung maupun tak langsung.

Agus misalnya muncul saat lomba lari pada car free day di Bundaran HI, Jakarta Pusat. Ia juga muncul bersama bakal calon wakilnya, Sylviana Murni, pada pembukaan Musyawarah Kerja Nasional Partai Persatuan Pembangunan di Ancol, Jakarta Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski belum bicara program, visi dan misi, kehadiran Agus pada acara car free day dan Mukernas PPP cukup menyedot perhatian peserta di masing-masing kegiatan tersebut.

Agus Yudhoyono dan istrinya, Annisa Pohan, muncul pada lomba lari saat car free day di Bundaran HI, Jakarta Pusat. (Detikcom/Yudhistira Amran Saleh)
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang digelar 26-30 September dengan 440 responden yang tersebar di Jakarta menunjukkan, elektabilitas Agus-Sylvi mencapai 19,3 persen. Ini lebih rendah dibanding dua bakal calon lainnya.

Meski demikian, menurut Vike Very Ponto Sekretaris Tim Pemenangan Agus-Sylvi, survei itu telah cukup memperlihatkan bahwa sosialisasi yang dilakukan duet calonnya mulai menampakkan hasil.
Anies Baswedan tak kalah langkah. Dia sudah beberapa kali mengunjungi warga Jakarta di beberapa wilayah. Di Tanah Merah, Jakarta Utara, Anies bahkan berani menandatangani kontrak politik yang salah satunya berisi kesanggupan dia untuk melegalkan kampung ilegal, jika terpilih menjadi gubernur Jakarta.

Anies juga kerap mengemukakan pandangannya terkait kondisi dan permasalahan Jakarta, serta program-program yang ia rencanakan sebagai solusi. Hal serupa dilakukan pasangannya, Sandiaga Uno.

Hal tersebut tak pelak kerap membuat Ahok, sebagai petahana, terpancing. Lontaran tajam dari mulutnya pun tak terhindarkan meski kampanye belum mulai.

Ahok misalnya menyebut Anies tak paham persoalan di Tanah Merah, dengan mengumbar janji hendak melegalkan tanah warga di wilayah itu. Ahok juga menuding Anies tak punya data akurat soal Tanah Merah.

[Gambas:Youtube]

Perselisihan Ahok-Anies bukan satu itu saja. Ahok juga menyebut Anies tak punya data yang benar soal pembersihan sungai di Jakarta.

Persoalan bermula saat Anies mengatakan program pembersihan dan pengerukan sungai telah dimulai sejak Jakarta dipimpin oleh Fauzi Bowo. Program itu, menurut Anies, tertuang dalam Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) pada 2008.

JEDI ialah proyek Bank Dunia untuk membenahi sistem drainase Jakarta. Oleh sebab itu, menurut Anies, Ahok sekadar mewarisi dan melaksanakan program yang sudah ada sejak zaman Foke –sapaan Fauzi Bowo.

Atas ucapan Anies itu, Ahok menduga tim sukses sang mantan Mendikbud salah memberikan data. Menurut Ahok, program JEDI tak dimulai pada era Foke, melainkan Sutiyoso. Selain itu, meski dirintis sejak masa kepemimpinan Sutiyoso, JEDI baru dieksekusi pada era Jokowi-Ahok.

Lagipula, imbuh Ahok, JEDI dan program pembersihan sungai tak saling terkait. JEDI, menurut sang Gubernur, lebih terkait kebijakan pembongkaran di Bukit Duri, Pasar Ikan, dan Luar Batang.

Bukan cuma langkah Anies yang dikomentari Ahok, tapi juga Sandiaga dan Agus. Strategi keduanya menyosialisasikan diri ke warga dengan muncul saat kompetisi lari atau menggelar lomba lari, direspons sinis.

“Saya bukan pelari. Saya pekerja. Jadi beda. Pekerja bisa dilihat hasil kerjanya,” kata Ahok.
Sebagai petahana, Ahok memiliki keunggulan dari para pesaingnya. Dia punya ‘modal’ paling besar karena kerap bertemu warga Jakarta di berbagai acara.

Ahok berjanji akan fokus bekerja untuk menuntaskan seluruh janji politik yang ia buat bersama Jokowi pada Pilkada DKI Jakarta 2012.

Ia pun tak terlalu terganggu dengan isu penggusuran yang dijadikan lawan-lawan politiknya untuk menyerang. Ahok tetap melanjutkan penggusuran yang telah direncanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Petugas Satuan Polisi Pamong Praja dibantu alat berat menggusur permukiman warga yang terkena normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (29/9). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sembari berkeliling menemui warga, Ahok-Anies-Agus bersama tim di belakang mereka, mengidentifikasi siapa warga Jakarta yang akan dan berpotensi memilih mereka.

Ketiganya berupaya mengetahui langsung sekaligus mencari celah dari basis dukungan yang potensial untuk diraup.

Menurut pakar pemasaran politik Adman Nursal dalam buku Firmanzah berjudul Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (2007), terdapat tiga strategi yang dapat ditempuh untuk memasarkan seseorang secara politis, yakni push marketing, pull marketing, dan pass marketing.

Masuk kategori push marketing ialah menghadiri berbagai kegiatan yang diselenggarakan warga. Pada strategi ini, kedekatan personal menjadi titik tekan yang dibangun agar calon mampu menyerap aspirasi warga dan menggiring mereka untuk memilihnya.

Strategi tersebut diterapkan oleh ketiga bakal kandidat –Ahok, Anies, maupun Agus.

Sementara pull marketing didapat melalui pemberitaan di berbagai media massa sebelum tahapan kampanye dimulai. Hal ini secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi ketiga bakal calon.

Terakhir, pass marketing, mensyaratkan penyampaian kepada kelompok berpengaruh di masyarakat. Dalam hal ini, Anies yang telah sibuk bergerilya kemungkinan lebih unggul dibanding Agus.

Dengan meneken kontrak politik di Tanah Merah, Anies tak hanya mendapat dukungan dari sejumlah kelompok, tapi juga mencuri start kampanye dengan lebih dulu menyampaikan programnya kepada warga Jakarta.
Strategi pemasaran politik tak berhenti pada momen kampanye, tapi mesti melibatkan hubungan jangka panjang antara kandidat dengan pemilih.

Pilkada DKI Jakarta 2017 bisa saja menjadi batu loncatan bagi ketiga calon untuk terjun ke kancah politik nasional ke depannya. Indikasi ini dapat dilihat dari rekam jejak mereka.
 
Setidaknya, strategi pemasaran politik membuka ruang bagi warga Jakarta untuk berinteraksi dengan para calon pemimpin mereka, sebelum akhirnya harus memilih satu di antara ketiganya. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER