Jakarta, CNN Indonesia -- Berbagai kelompok lembaga swadaya masyarakat menilai Partai Golkar tengah menerapkan permainan politik yang buruk dengan mengganti Ade Komaruddin dan mengangkat kembali Setya Novanto sebagai Ketua DPR.
"Golkar sedang mempermainkan lembaga DPR. Bukan saja merusak citra Golkar, tapi merusak kelembagaan DPR. Seenaknya mengganti. Ini praktik politik yang buruk," kata Direktur Divisi Kampanye dan Informasi Indonesian Parliamentary Center, Arbain di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Rabu (23/11).
Arbain menilai tak ada dasar yang kuat sehingga Ketua Umum Partai Golkar itu layak direkomendasikan kembali untuk duduk di kursi pimpinan DPR. Menurut Arbain, Setya juga telah mengundurkan diri secara tetap dari jabatannya ketika itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arbain merujuk kepada surat pengunduran diri Setya karena dugaan pelanggaran etika. Surat itu berbunti, untuk menjaga harkat dan martabat serta kehormatan lembaga DPR RI, serta demi menciptakan ketenangan masyarakat dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua DPR RI periode 2014-2019.
"Jadi ini pengunduran diri secara tetap, tidak ada menyatakan pengunduran diri sementara dalam rangka pemeriksaan. Tetap sampai 2019," tutur Arbain.
Pandangan yang sama juga diutarakan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz. Donal merujuk pada pernyataan Setya Novanto yang hendak mencalonkan diri sebagai Ktua Umum Partai Golkar dalam pertemuan di Jawa Timur pada 22 Februari lalu.
"Setya menyatakan seperti ini, 'Saya pasti akan mundur daei DPR jika terpilih nanti'. Ini kan mejilat ludah sendiri, menyatakan akan mundur dari posisi ketua fraksi dan dan anggita Golkar, yang terjadi malah mau jadi ketua DPR lagi," kata Donal.
Menurut Donal, majunya Setya menjadi pertaruhan moralitas Partai Golkar dengan slogan, 'Suara Golkar, Suara Rakyat'. Lantaran, kata Donal, kinerja legislasi dibawah kepemimpinan Setya buruk. Hal itu bisa terulang kembali jika Setya kembali duduk di kursi Ketua DPR.
"Saya melihat ini hanya kepentingan Golkar secara partai, bukan kepentingan publik," ujar Donal.
Donal menunjukkan penolakan publik terhadap Setya dengan penandatanganan petisi
online yang mendesak pemecatan Setya sebagai ketua DPR, ketika itu mencapai hampir 90 ribu orang.
Sementara itu, Direktur Monitor, Evaluasi dan Penguatan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Ronald Rofiandri melihat ada kepentingan partai dalam pengangkatan Setya Novanto dan campur tangan dari Presiden Joko Widodo.
"Bisa dilihat dari safari politik Presiden Jokowi dan Setya. Dilihat dari segi kepentingan Jokowi di parlemen," kata Ronald.
Dengan mengangkat Setya, tutur Ronald, memberikan garansi lebih terhadap situasi politik saat ini, ketimbang ketika berada di bawah kendali Ade meski sama-sama kader Golkar.
"Di kepemimpinan Ade, garansinya tidak
full. Pertama, Ade sempat ada wacana penarikan dukungan terhadap Ahok dan menerima kedatangan gerakakan pengawal fatwa MUI," kata Ronald.
(gir)