Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan akan berembuk membahas nasib Oesman Sapta Odang yang telah terpilih secara aklamasi sebagai ketua DPD di parlemen. Oesman Sapta sendiri saat ini masih menjabat wakil ketua MPR.
"Dalam waktu dekat kami akan rapat pimpinan untuk membahas soal ini (jabatan Oesman Sapta)," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4).
Zulkifli belum bisa bicara lebih jauh mengenai posisi Oesman Sapta, yang bila dilantik Mahkamah Agung (MA) pada siang ini, resmi menjadi ketua DPD bersama Nono Sampono dan Darmayanti Lubis, masing-masing jadi wakil ketua DPD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum PAN itu mengatakan, saat ini tak ada aturan di MPR mengenai rangkap jabatan anggotanya. Oesman Sapta diketahui merupakan anggota DPD yang menjadi perwakilan untuk duduk di MPR.
"Memang tidak diatur, saya lagi kaji (tentang posisi Oesman Sapta). Saya sudah minta ke Sekjen untuk mengecek," kata Zulkifli.
Zulkifli pun meminta semua pihak untuk mengikuti proses yang sedang berjalan di DPD. Ia menilai, ada dua putusan dalam polemik pimpinan DPD sisa periode 2014-2019, yakni putusan hukum dan putusan politik.
Putusan hukum ini berkaitan dengan Putusan MA Nomor 38 P/HUM/2016 dan Nomor 20 P/HUM/2016 yang mencabut aturan soal masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun seperti yang diatur dalam Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017.
Oleh sejumlah pihak, putusan itu dianggap memberlakukan kembali peraturan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2014 tentang masa jabatan pimpinan selama lima tahun.
Sementara itu, putusan politik berkaitan dengan pemilihan pimpinan DPD yang dilakukan hingga dini hari tadi.
"Kami tidak pada satu atau dua (putusan hukum dan politik). Kami serahkan sepenuhnya kepada DPD. MPR kan lembaga sendiri, kami tak ikut campur," kata Zulkifli.
Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas sebelumnya menyatakan pemilihan pimpinan DPD ilegal lantaran tak sesuai dengan putusan MA.
"Semua proses dan hasil pemilihan pimpinan DPD tersebut adalah inkonstitusional dan ilegal," kata Hemas.
Istri Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX itu berencana mengirim surat terbuka kepada MA soal penolakan pemilihan pimpinan DPD sisa masa jabatan periode 2014-2019 dan meminta MA tak melantiknya.
"Jelas bagi MA tidak akan mungkin melantik. Jadi saya bisa pastikan, tidak mungkin MA melantik. Dan saya anggap tadi malam ilegal," tegas Hemas.
Secara terpisah, Partai Hanura berharap ketua umum mereka yang terpilih sebagai pemimpin DPD bisa memberi perubahan positif bagi lembaga legislator daerah.
Sekretaris Fraksi Hanura di DPR Dadang Rusdiana mengatakan, kewenangan DPD sebagai lembaga legislatif yang setara dengan DPR dan MPR selama ini belum bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ia berharap peningkatan kewenangan DPD bisa terwujud dengan terpilihnya Oso sebagai Ketua DPD baru.
“Beliau (Oso) bisa melakukan komunikasi politik dengan berbagai pihak dalam rangka memperkuat peran DPD yang selama ini berdasarkan UU MD3 tidak memiliki kewenangan yang kuat dalam legislasi, budgeting, maupun pengawasan,” ujar Dadang.