Persaingan Aplikasi Pesan Instan Makin Panas

CNN Indonesia
Senin, 22 Sep 2014 15:54 WIB
Persaingan memaksa para pemain putar otak untuk menghasilkan uang dari layanan. Trafik dan pendapatan diprediksi tidak seimbang di masa depan.
Ilustrasi ponsel pintar (Reuters/Anindito Mukherjee)
Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia sempat menjadi negara dengan pengguna ponsel BlackBerry terbanyak di dunia. Fitur BlackBerry Messenger (BBM) menjadi alasan utamanya untuk mendukung aktivitas berkirim pesan. Hal ini merangsang perusahaan aplikasi pesan instan untuk melakukan ekspansi ke Indonesia.

Sebut saja BBM, WhatsApp, Line, Facebook Messenger, dan WeChat, yang dengan cepat menempati posisi atas dalam daftar unduhan terbanyak di toko aplikasi Google Play Store dan Apple App Store. Masing-masing berlomba menawarkan fitur terbaik serta model bisnis unik untuk menarik perhatian konsumen.

BBM masih menjadi pilihan utama bagi pengguna ponsel pintar di Indonesia. Berdasarkan laporan Nielsen On Device Meter pada Februari 2014 oleh lembaga riset pasar Nielsen, tercatat bahwa BBM dipakai oleh 79 persen pengguna ponsel pintar. Angka tersebut merupakan yang terbesar diantara aplikasi sejenis. Posisi kedua diikuti oleh WhatsApp dengan 57 persen pengguna dan Line dengan angka 30 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak BBM hadir di Android dan iPhone, BlackBerry Indonesia rajin merayu produsen ponsel lokal dan asing untuk menyematkan BBM sebagai aplikasi bawaan. Hal ini dilakukan untuk menambah basis jumlah pengguna lalu secara perlahan coba menghasilkan uang dari BBM.

Dugaan itu benar, BBM kemudian membuka BBM Shop yang menjual stiker digital gratis dan berbayar serta membangun jejaring sosial BBM Channels yang menjadi wadah untuk pemegang merek dalam mempromosikan produk.

Sejumlah perusahaan aplikasi pesan instan yang mengedepankan stiker sebagai nilai tambahnya, terus menunjukkan strategi yang agresif demi mengakuisisi pengguna. Dalam segmen ini, Line nampaknya masih menjadi primadona yang terlihat dari pangsa pasar yang berhasil dikuasai hingga 30 persen di Indonesia.

Line sukses meraup 34,4 miliar yen sepanjang 2013 atau sekitar Rp 3,8 triliun. Di periode itu, konten game memberi kontribusi terbesar untuk Line sebanyak 60 persen, sementara stiker sebesar 20 persen, dan sisanya disumbang dari bisnis pembuatan akun resmi korporasi dan stiker sponsor.

Dalam laporan terakhir yang dipublikasi pada 1 April lalu Line mencatat jumlah penggunanya telah menembus 400 juta dan mengalami peningkatan 100 juta pengguna baru dalam empat bulan terakhir sejak November 2013.

KakaoTalk dan WeChat, juga merupakan aplikasi pesan instan yang populer di Indonesia. Seluruhnya merupakan aplikasi pengirim pesan yang dikembangkan di negara maju di Asia. KakaoTalk merupakan aplikasi pesan paling populer di Korea Selatan dengan 88 persen pangsa pasardan WeChat memiliki basis pengguna terbesar di Tiongkok.

Sementara itu, WhatsApp cenderung sangat santai dalam menghadapi pesaingnya. Mereka fokus menjaga loyalitas pengguna dengan memberi layanan terbaik dari pada membuka lapak iklan atau berjualan stiker digital.

Diam-diam menghanyutkan, itulah ungkapan yang tepat ditujukan kepada WhatsApp. Di tengah strategi santainya itu mereka membuat berita mengejutkan pada Februari 2014. Kala itu, Facebook mengumumkan bakal membeli WhatsApp dengan harga fantastis, US$ 19 miliar.

Tak lama setelah perisitiwa itu, perusahaan e-commerce Rakuten asal Jepang mengumumkan akan membeli aplikasi pesan instan Viber. Di bawah naungan Rakuten, Viber akan melakukan sejumlah perubahan fitur, termasuk menyediakan konten game dan bersaing langsung dengan Line.

Bulan Mei 2014, giliran KakaoTalk yang mengumumkan bahwa mereka akan merger dengan Daum, perusahaan portal internet terbesar kedua di Korea Selatan. Aksi merger ini membuat sebuah entitas baru bernama Daum Kakao dan nilai perusahaan itu meningkat jadi 3 triliun won atau Rp 33,7 triliun.

Keberadaan aplikasi pesan instan ini mulai menggerus pasar layanan pesan singkat (SMS) yang digelar operator telekomunikasi. Perusahaan konsultan profesional Deloitte memprediksi, layanan pesan instan akan membawa lebih dari 50 miliar pesan per hari di tahun 2014, dibandingkan dengan 21 miliar pesan per hari yang dikirim via SMS.

Namun, SMS diprediksi dapat menghasilkan lebih dari US$ 100 miliar secara global pada 2014, dibandingkan dengan US$ 2 miliar dari semua layanan aplikasi pesan instan.

Ada alasan sederhana yang membuat jurang pendapatan SMS dan pesan instan, yaitu tarif yang dikenakan setiap kali pengguna mengirim SMS karena ia menjadi fitur standar pada setiap ponsel. Sebaliknya, biaya rata-rata layanan pesan instan adalah nol.

Hal senada diungkap lembaga riset Juniper Research yang memprediksi bakal ada kesenjangan antara volume trafik dan pendapatan yang diraih perusahaan aplikasi pesan instan. Lembaga itu menyebut aplikasi pesan instan mampu menguasai 75 persen lalu lintas pesan atau sekitar 63 triliun pesan pada 2018, namun aplikasi hanya menghasilkan 2 persen dari pendapatan pasar pesan di perangkat mobile atau sekitar US$ 3 miliar.

Prediksi ini memaksa perusahaan pesan instan putar otak demi menghasilkan uang dan berlomba di tengah pasar yang makin sesak. Siapa yang akan menang? Seleksi alam akan terjadi dalam bisnis ini.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER