Jakarta, CNN Indonesia -- Enam asosiasi menolak keras pratik iklan peralihan yang dilakukan Telkomsel dan XL Axiata. Bukan cuma karena uang, tapi juga menyangkut prinsip dan etika industri.
Intrusive ads, atau iklan peralihan, merupakan sebuah iklan yang muncul sesaat sebelum pengguna membuka situs tertentu. Ini biasanya bukan iklan dari pemilik situs yang dituju, tapi sesi komersil dari penyedia internet.
Praktik seperti ini dianggap tidak benar, dan hanya merugikan para pemilik situs yang akan diakses. Terlebih lagi semakin banyak pengunjung yang terganggu dengan adanya iklan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ini bukan cuma soal uang, ini soal prinsip. Itu situs saya dan mereka (operator) tidak berhak melakukan itu,” kata Daniel Tumiwa, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
Untuk menuntaskan kasus peralihan iklan yang tak kunjung selesai, Daniel mengaku sudah melaporkan hal ini kesejumlah pihak terkait. Mulai dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), hingga terakhir ke Kemenkominfo.
“Kami mencari pihak yang bisa menjadi mediasi kasus ini, karena di sini mereka (operator) juga merasa tidak bersalah,” jelas Daniel kepada CNN Indonesia, Senin (1/12).
Selain Daniel dan idEA, penolakan terhadap intrusive ads juga keras disuarakan oleh lima organisasi lainnya seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), Association of Asia Pacific Advertising Media (AAPAM), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA).
Selain upaya menggandeng pemerintah, enam asosiasi tersebut juga membuat petisi online di media sosial Change.org dengan slogan #STOPTELCOIntrusiveAds. Petisi ini sudah menghasilkan 18 ribu lebih dukungan.