Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Geologi Surono mengatakan dahsyatnya letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat terjadi akibat besarnya kantung magma atau dapur magma di perut gunung itu sebelum 1815.
Daya ledak sebuah gunung api, kata Surono, ditentukan oleh pergerakan magma karena injeksi secara
transient (bergerak cepat) dan pergerakan magma karena
buoyancy (gaya apung).
Pergerakan pertama, yaitu injeksi
transient, hanya akan menyebabkan letusan kecil. “Sebagai contoh Gunung Gamalama di Ternate, sering meletus karena gempa tektonik, tapi dia itu seperti soda yang dikocok saja,” ujarnya kepada CNN Indonesia di Jakarta pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan pergerakan kedualah yang menyebabkan letusan besar. Surono mengatakan, magma pada Tambora naik karena ada perbedaan antara rapat massa dan elastisitas cairan magma dan batuan di sekelilingnya.
Saat naik dalam jumlah besar, magma mengalami pendinginan dan dalam proses itu melepaskan gas. Akumulasi gas yang besar kemudian menyebabkan letusan yang besar.
Luca Caricchi dari Universitas Jenewa di Swiss, pernah melansir penelitiannya pada 2014 yang menyimpulkan bahwa dahsyatnya letusan gunung api juga ditentukan oleh besarnya dapur magma.
Garis tengah dapur magma Tambora diperkirakan mencapai 55 kilometer.
Masih besarkah dapur magma Tambora setelah meletus pada 1815? Surono memperkirakan volume dapur magma Tambora tak lagi sebesar dulu. Apalagi pada bagian permukaannya, letusan 1815 telah membongkar 1,2 kilometer bagian Tambora. Jadi, untuk sekarang, masih patutkah Tambora diwaspadai?
(ded/ded)