Jakarta, CNN Indonesia -- Serangan virus komputer alias
malware sudah sangat masif. Menurut data Lembaga Indonesia Security Incidents Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), setiap menit ada 232 komputer di seluruh dunia yang terinfeksi
malware pada 2015.
Selain itu, sebanyak 20 orang di menjadi korban pencurian data setiap menit, kemudian 12 situs web terkena retas setiap menit, dan setidaknya ada 416 usaha serangan setiap menit.
Hal ini diungkapkan Ketua Ketua ID-SIRTII, Rudi Lumanto, dalam diskusi keamanan siber yang digelar Virtus Technology Indonesia di Jakarta, Kamis (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dunia digital sangat berbahaya karena sifatnya
silent. Internet memungkinkan siapa saja bersifat anonim, dan ini bisa mendorong siapa saja untuk berbuat jahat," ujar Rudi.
Indonesia sendiri, menurut data ID-SIRTII, sepanjang 2014 lalu menerima 48,4 juta serangan dan yang paling tinggi terjadi pada bulan Agustus 2015 sebanyak 18 juta serangan.
Serangan dalam bentuk program jahat atau
malware masih mendominasi, sekitar 12 juta serangan, pemanfaatan masuk ke celah keamanan dengan 24.168 serangan,
record leakage 5,970 kasus, pengelabuan 1.730 kasus, serta
domain leakage 215 kasus.
Indonesia pun tercatat sebagai negara dengan jumlah komputer terbanyak di dunia yang terinfeksi
malware pada awal 2015 sebesar 26,27 persen, menurut data ID-SIRTII dan Anubis, perusahaan yang mendata laporan
malware di dunia.
Negara kedua hingga kelima yang banyak terinfeksi
malware adalah India (23,16 persen), Vietnam (10,03 persen), Thailand (4,84 persen), dan Turki (2,77 persen). Selain itu ada pula Filipina, Pakistan, Iran, Azerbaijan, Irak, Arab Saudi, Nepal, Malaysia, Yaman, dan Tiongkok.
Ketua Umum Asosiasi Pengruruan Tinggi Informatika dan Ilmu Komputer (Aptikom), Richardus Eko Indrajit, mengatakan butuh sebuah badan khusus yang mampu menangani serangan siber dan lembaga tersebut harus bermitra dengan lembaga anti kejahatan siber yang selama ini sudah ada. Lembaga lain yang dimaksud adalah ID-SIRTII, ID-CERT, Desk Ketahanan dan Keamanan Informasi Cyber Nasional, Kementerian Pertahanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, TNI, dan Polri,
Ia mendukung penuh pembentukan Badan Siber Nasional yang belakangan ini diwacanakan, dan ia mengusulkan badan tersebut berada langsung di bawah naungan Presiden seperti yang lazim diterapkan di luar negeri sehingga memiliki otoritas tinggi.
"Badan ini bisa bekerjasama dengan lembaga pemerintah lain atau swasta, untuk mengurangi serangan dari luar. Seandainya ada serangan yang masuk, setidaknya dampak yang muncul harus dibuat sekecil mungkin," ujar Richardus, yang juga seorang profesor ilmu komputer.
(adt/ded)