Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan Google telah bertemu pihak otoritas Israel untuk berdiskusi soal inisiatif pemblokiran video yang mengajarkan kekerasan oleh warga Palestina di platform YouTube.
Wakil Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely mengklaim bahwa sistem edukasi dan platform media sosial seperti YouTube di Palestina digunakan untuk menghasut anak-anak agar menerapkan tindakan kekerasan melawan warga Israel.
Hotovely bertemu dengan pengacara senior kebijakan publik Google, Juniper Downs serta pimpinan eksekutif YouTube Susan Wojcicki di markas raksasa teknologi itu di Silicon Valley beberapa waktu lalu.
Mereka membahas proses monitor dan pencegahan dari publikasi video yang diklaim mendorong tindakan kekerasan dan terorisme. Menurut Hotovely, sejumlah video buatan warga Palestina juga dimanfaatkan untuk 'mencuci otak' anak-anak agar berani menusuk warga Israel yang tak bersalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Serangan di Israel yang terjadi tiap hari adalah hasil dari anak-anak muda yang didoktrin dari sistem edukasi Palestina melalui media sosial," ujar Hotovely, mengutip situs Business Insider.
Hotovely menuturkan, bahwa pihak Israel berkomitmen untuk melawan hasutan kekerasan tersebut dengan cara bekerjasama dengan perusahaan teknologi yang mengelola media sosial tersebut -- dalam hal ini adalah Google.
Seorang blogger Yahudi bernama Richard Silverstein mengatakan bahwa kolaborasi antara Google dan Israel bisa menimbulkan pengaruh bahaya untuk sensor online.
"Banyak sekali masalah dalam klaim Hotovely, bingung mau mulai dari mana. Namun masalah besarnya terletak di sensor. Apakah Google setuju untuk memblokirnya?" tulis Silverstein di laman blognya.
Menurutnya Google setuju untuk bertemu oleh para perwakilan negara adalah semata untuk menjaga hubungan baik dengan para konsumen luar negeri dan pemerintahnya.
Pihak Google sejauh ini belum memberikan tanggapan soal pertemuannya dengan pemerintah Israel.
(tyo)