Sang Pendiri Sedih Opera Dijual ke Perusahaan China

CNN Indonesia
Kamis, 11 Feb 2016 10:25 WIB
Keputusan para petinggi perusahaan menjual Opera membuat sedih sang pendiri. Tapi apa daya, ia tak lagi punya kuasa di perusahaan tersebut.
Pendiri perusahaan Opera Software, Jon von Tetzchner. (Dok. Wikimedia/VlastaW/CC BY-SA 3.0)
Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu perusahaan teknologi besar Norwegia, Opera Software, akan jatuh ke tangan perusahaan China. Hal ini membuat sang pendiri, Jon von Tetzchner, sedih atas keputusan itu. Tapi apa daya, ia tak lagi punya kuasa di perusahaan tersebut.

Opera mengatakan pada bulan Agustus 2015 telah memulai proses "untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif strategis" untuk perusahaan. Pada Desember lalu, Opera berkata ulasan akan selesai dalam waktu dekat dan segera diumumkan.

Ternyata, para petinggi Opera menjualnya ke konsorsium China yang terdiri atas perusahaan teknologi Beijing Kunlun Tech dan Qihoo 360 Software. Opera telah menerima tawaran akuisisi atau pengambilalihan sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp16 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Opera didirikan pada awal era Internet, tahun 1994, oleh Jon yang merupakan pengusaha keturunan Norwegia-Islandia. Sekarang, perusahaan tersebut mengklaim punya 350 juta pengguna browser Opera secara global.

Baca juga: Opera Software Dijual ke Perusahaan China Rp16 Triliun

Jon melepas jabatan CEO Opera pada tahun 2010 karena ia berselisih dengan dewan direksi lantaran perbedaan strategi dan arah perusahaan. Ia lalu meninggalkan perusahaan dan menjual seluruh sahamnya senilai US$ 600 juta.

Konflik Jon dengan para petinggi dan pemegang saham sudah terjadi beberapa tahun lalu. Jon selalu menekankan bahwa nilai perusahaan terletak pada teknologi yang dikembangkan. Ia tak sepenuhnya sejalan dengan langkah petinggi dan pemegang saham yang fokus pada iklan digital dan sebagainya, yang kadang tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Meski telah meninggalkan perusahaan, Jon mengaku kabar Opera menjual perusahaan adalah "kesedihan" baginya.

"Jadi, rumor (pengambilalihan) itu terbukti benar," kata Jon kepada suratkabar Norwegia, Aftenposten. "Saya merasa sedih bahwa Opera berhenti menjadi perusahaan Norwegia. Perusahaan Norwegia lain menghilang."

Kini, Jon memilih jalannya sendiri untuk membangun perusahaan baru Vivaldi Technologies yang mengembangkan produk serupa Opera.

Dalam persaingan global Opera harus melewati perjalanan panjang di masa depan karena mereka menghadapi lawan serius seperti Google Chrome dan Apple iOS di pasar mobile, lalu Mozilla Firefox di pasar komputer pribadi. Belum lagi para kompetitor dari perusahaan China.

Menurut Net Market Share, hingga Januari 2016, browser mobile Opera Mini memiliki pangsa pasar 7,28 persen secara global. Sementara pangsa Chrome jauh lebih besar, yakni 41,57 persen. Disusul oleh Safari dengan 34,12 persen dan browser default Android sebesar 11,13 persen.

Kantor Opera Software yang terletak di Wraclaw, Polandia. (CNN Indonesia/Trisno Heriyanto)

Pemilik yang Kuat?

Opera Software sekarang dipimpin oleh Lars Boilesen sebagai CEO yang dengan tegas berkata bahwa sejumlah pemegang saham mayoritas perusahaan yang mengendalikan 33 persen saham, mendukung pengambilalihan ini dan telah menerima tawaran tersebut. Konsorsium dari China ini membeli selembar saham Opera seharga 71 krone Norwegia atau sekitar Rp112 ribu.

"Ada pemikiran strategis yang kuat dibalik akuisisi Opera oleh Konsorsium," kata Lars dalam siaran pers.

Di bawah kepemimpinan Lars, Opera berhasil meningkatkan jumlah pengguna mencapai 10 kali lipat dari 30 juta pada 2009 menjadi 350 juta saat ini. Mereka juga berinvestasi pada bisnis iklan mobile melalui anak perusahaan Opera MediaWorks.

Lars yakin konsorsium dari China ini "akan menjadi pemilik yang kuat untuk Opera" karena punya posisi yang kuat dan luas di banyak pasar. Perusahaan-perusahaan China ini juga diyakini Lars akan mendukung upaya kemitraan, inovasi yang lebih baik, dan ekspansi yang lebih cepat.

Visi Opera yang dahulu menyatakan "ingin mendukung dunia agar lebih terhubung dan terbuka" mungkin tampak bertentangan dengan langkah akuisisi yang diambil para investor, karena sekarang perusahaan tersebut dimiliki oleh perusahaan di negara yang terkenal sangat membatasi akses Internet.

Di sisi lain, Jon meyakini bahwa Opera bukan dibeli, tetapi dijual oleh pengelola karena sudah empat tahun lalu para eksekutif memulai percakapan dengan investor.

"Ini adalah akhir dari proyek membanggakan yang telah kami bangun. Ini mungkin bukan akhir yang membanggakan. Tapi sekarang saya fokus di tempat lain," tegasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER