Jakarta, CNN Indonesia -- Opera Software yang dikenal sebagai penyedia alat peramban Opera baru saja menyepakati aksi akuisisi oleh konsorsium Beijing Kunlun Tech dan Qihoo 360 dengan nilai US$1,2 miliar atau setara Rp16 trilun. Akuisisi ini cukup mengejutkan, apalagi laporan keuangan perusahaan asal Norwegia tak buruk-buruk amat.
Seperti dikutip oleh
Reuters, laporan kuartal keempat terakhir, Opera Software meraih keuntungan sebesar US$193.5 juta, atau naik dari kuartal yang sama sebelumnya yakni US$ 154,5 juta.
Opera pun masih berharap keuntungan dari iklan dan sebagainya sepanjang tahun 2016 bisa mendapatkan pemasukan sebesar antara US$ 690 juta sampai denga US$ 740 juta. Dengan kondisi yang masih mendapat pemasukan, mengapa Opera menerima pinangan konsorisum dari China tersebut?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum ada jawaban pasti. Namun dengan adanya akuisisi ini, Opera berharap pengguna produknya di China akan semakin banyak, terlebih dengan adanya Qihoo dan Kunlun. Hal ini diharapkan dapat saling mengisi satu sama lain sehingga platform iklan mobile milik opera bisa berkembang.
Aksi akuisisi ini sendiri sudah berhembus sejak beberapa bulan lalu. Opera mengatakan pada Agustus telah memulai proses "untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan alternatif strategis" bagi perusahaan setelah laporan keuangan mereka keluar.
Selain Kunlun dan Qihoo, pembeli lain yang masuk dalam konsorsium ini adalah perusahaan investasi Golden Brick Silk Road (Shenzhen) dan Yonglian (Yinchuan).
Saat ini diklaim oleh Opera, mereka sudah memiliki lebih dari 350 juta pengguna di seluruh dunia. Meski begitu, Opera belum dapat mendominasi pangsa browser mobile Android dan iOS.
Menurut Net Market Share, hingga Januari 2016, browser mobile Opera Mini memiliki pangsa pasar 7,28 persen. Sementara pangsa Chrome jauh lebih besar, yakni 41,57 persen. Disusul oleh Safari dengan 34,12 persen dan browser default Android sebesar 11,13 persen.