Jakarta, CNN Indonesia -- Badan antariksa Amerika Serikat (NASA) yang berkolaborasi dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) memilih lokasi Maba, Maluku Utara sebagai titik pengamatan Gerhana Matahari Total. Sayangnya lokasi ini malah diselimuti awan.
Maba digadang-gadang sebagai lokasi terbaik untuk mengamati GMT tahun ini. Dipercaya sebagai titik yang mengalami puncak gerhana terlama dan minim awan, kata pihak Lapan beberapa waktu lalu.
Tapi, Alun-alun Jiko Mobon sebagai tempat ekspedisi pengamatan GMT bagi NASA dan Lapan, dilaporkan malah tertutup oleh awan mendung yang sedikit tebal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awan tebal tampak merata dan menutupi sebagian besar wilayah Maba sejak pukul 7.00 WIT, ditambah hujan dengan intensitas ringan mengguyur kawasan ini pada pukul 9.00 WIT.
Peneliti pusat ilmu antariksa Lapan Emanuel Sungging Mumpuni sempat berharap angin bisa bersahabat agar menggeser awan tebal tersebut.
Pihak Lapan dan NASA pun berupaya mengamankan peralatan ilmiah dari hujan. Mereka juga sudah menyiapkan payung hingga tenda.
Pukul 9.20 WIT hujan mulai reda dan Gerhana Matahari Sebagian mulai tampak dari Alun-alun Jiko Mobon. Warga setempat pun bersorak gembira melihat cahaya Matahari sebagian yang muncul dari langit menuju fase puncak.
Tentunya kolaborasi dua badan antariksa ini merupakan kesempatan berharga dalam berbagi pengetahuan, pengalaman, serta data ilmiah yang dapat menyingkap fakta atau informasi baru mengenai fenomena GMT.
NASA membawa peralatan mumpuni sendiri langsung dari AS yang terdiri dari instrumen coronagraph dan polarization camera. Polarization camera dijelaskan oleh Reginald, memiliki 20 ribu lebih pixel dan mampu menangkap 4 gambar gerhana sekaligus sesuai pola yang sudah diatur, sehingga hasilnya nanti bisa memberi citra jelas mengenai prosesnya.
(les/les)