Potensi 'Pasal Karet' jadi Sorotan dalam Revisi UU ITE

Gilang Fauzi/ Antara | CNN Indonesia
Selasa, 15 Mar 2016 12:23 WIB
Revisi UU ITE dinilai perlu memperhatikan prinsip kebebasan berekspresi, namun tetap tunduk kepada batasan-batasan yang ditetapkan dalam undang-undang.
Legislator berharap revisi UU ITE tetap memerhatikan kebebasan berekspresi dan HAM. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR menyoroti dua poin yang dinilai penting untuk diperhatikan dalam revisi Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dua poin itu berkaitan dengan  Pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik dan Pasal 31 tentang penyadapan atau intersepsi.

Sekretaris Fraksi PKS di DPR, Sukamta, menyatakan fraksinya berharap Pasal Pencemaran Nama Baik di Revisi UU ITE dapat ditinjau ulang karena sudah diatur di UU KUHP dan sedang dalam proses revisi di Prolegnas 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mendorong agar hal itu diatur secara rinci dan tidak bersifat karet di KUHP agar tidak menimbulkan multitafsir yang berpotensi penyalahgunaan undang-undang untuk mengekang kebebasan berekspresi.

"Jangan sampai UU ITE pasal 27 ayat (3) ini menambah deretan korban lagi ke depannya," kata Sukamta seperti diberitakan Antara, Selasa (15/3).

Terkait urusan aturan dalam hal Pencemaran Nama Baik, Sukamta menilai pasal tersebut perlu direvisi dengan jernih dan objektif karena dapat menimbulkan reaksi dari publik.

Sukamta mencontohkan beberapa kasus, seperti kasus Prita Mulyasari, kasus sedot pulsa, kasus sedot data, kasus bocornya data nasabah perbankan, juga kasus guru honorer Mashudi, serta banyak kasus lain yang terjadi belakangan ini.

Selain itu terkait penyadapan, Sukamta menilai aturan yang termuat dalam Revisi UU ITE yang menegaskan bahwa Penyadapan diatur dengan Peraturan Pemerintah, berpotensi melanggar hak asasi manusia.

"Karena itu kami meminta agar persoalan Penyadapan mengikuti Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, yang menyatakan bahwa pembatasan HAM melalui penyadapan harus diatur dengan undang-undang khusus tentang penyadapan guna menghindari penyalahgunaan wewenang yang melanggar HAM," katanya.

Hal itu menurut dia juga sangat diperlukan untuk menyeragamkan praktik penyadapan yang juga diatur secara terpisah dalam Undang-undang Kepolisian RI, Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang-undang Intelijen Negara.

Sukamta mengatakan, revisi UU ITE muncul atas inisiatif dari pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada Komisi I DPR RI yang mencakup pencemaran nama baik, intersepsi (penyadapan), penyidikan dan sanksi

"Revisi UU ini haruslah ditujukan sebagai wujud penyempurnaan pengaturan yang tetap memperhatikan prinsip kebebasan berekspresi, namun tetap tunduk kepada batasan-batasan yang ditetapkan dalam undang-undang," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER