Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, mengusulkan tujuh poin dalam revisi Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang akan dibahas bersama pemerintah dan DPR.
Poin ini menitikberatkan pada pasal 27 UU ITE mengenai pencemaran nama baik.
"Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang-Undang," kata Rudiantara mengacu pada poin pertama. Hal itu dikatakannya dalam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Kemkominfo dan Kemenkumham, di Gedung Nusantara II, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU.
Poin kedua menurut dia, menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE.
Penurunan hukuman itu ujar dia, dari paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai Rp700 juta.
"Poin ketiga, penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur," ujarnya seperti dikutip dari
Antara.
Dia mengatakan poin keempat, pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga sebuah kasus hanya bisa diadukan oleh korban yang bersangkutan.
Poin kelima, mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana.
"Poin ke enam, mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana. Kami nilai poin ke lima dan ke enam bisa mengefisiensi prosesnya," katanya.
Yang terakhir, Rudiantara berkata pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi.
Ia mengakui bahwa keberadaan UU ITE banyak pro dan kontra, terutama pada Pasal 27 ayat 3 yang mengatur perbuatan pidana. Dia juga mengakui ada suara masyarakat yang menilai Pasal 27 ayat 3 bisa membelenggu kebebasan berekspresi di dunia maya.
"Pemohon menilai Pasal 27 itu bertentangan dengan UUD 1945 meskipun MK menolak namun majelis melarang pendistribusian pencemaran nama baik adalah delik aduan," katanya.
(adt/eno)