Jakarta, CNN Indonesia -- Planet gas raksasa di sistem tata surya, Jupiter, diprediksi selama lebih dari 100 tahun mengalami badai besar yang mampu membuat panas atmosfer pada bagian atas planet tersebut.
Badai besar di Jupiter dinamakan Great Red Spot. Telah berlangsung lebih dari satu abad, Great Red Spot memiliki ukuran tiga kali lipat dari Bumi.
Tim ilmuwan yang melakukan penelitian terhadap Jupiter mengatakan, Great Red Spot di Jupiter kemungkinan menjadi 'dalang' di balik titik panas misterius di Jupiter.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip situs
The Independent, tim ilmuwan juga menyatakan bahwa sistem badai tersebut membuat suhu area atmosfer Jupiter menjadi lebih panas dibandingkan tempat lain. Dengan kata lain, suhu panas tersebut sudah tentu bukan disebabkan oleh Matahari.
Diketahui tim ilmuwan menggunakan emisi sinar inframerah untuk mengukur suhu atmosfer Jupiter. Dengan mengamatinya, mereka juga bisa mengukur suhu Jupiter sendiri.
Angin badai Jupiter memiliki kecepatan 683 kilometer per jam dan menghasilkan gelombang energi yang memanaskan dan menggetarkan atmosfer bagian atas.
Efek tersebut diyakini mirip dengan apa yang terjadi di atas pegunungan Andes di Bumi.
"Great Red Spot bisa dibilang sebagai sumber energi luar biasa untuk menghangatkan atmosfer bagian atas Jupiter, namun kami tidak punya bukti awal dari dampaknya terhadap suhu di dataran tinggi," ucap anggota ilmuwan Luke Moore dari Boston University.
Great Red Spot secara resmi pertama kali diidentifikasi pada 1831 silam. Badai tersebut ternyata bertahan lama, dan kemudian banyak yang meyakini bahwa Great Red Spot telah ditemukan lebih dulu pada 1665 oleh astronom Italia, Giovanni Domenico Cassini.
Cassini sendiri menjadi inspirasi bagi pesawat antariksa Cassini-Hyugens hasil pengembangan NASA, ESA (Eropa), dan ASI (Italia) untuk menjelejah Saturnus.
(adt)