Mantan Karyawan Nilai Yahoo Gagal, Marissa Mayer Sukses

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jul 2016 18:02 WIB
Jelena Woehr punya kesan sendiri kepada Marissa Mayer yang memimpin Yahoo sejak 2012. Mayer dinilai sukses, walau produk inti Yahoo dianggap gagal.
CEO Yahoo Inc., Marissa Mayer. (REUTERS/Elijah Nouvelage)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan karyawan Yahoo bernama Jelena Woehr yang kini menjabat sebagai Direktur Komunitas Flipagram, punya kesan tersendiri tentang CEO Yahoo Marissa Mayer. Di tengah gempuran tajuk berita yang menyebut Mayer gagal menyelamatkan perusahaannya, Woehr justru memandang sebaliknya.

"Yahoo adalah sebuah kegagalan, tapi Marissa orang yang sukses," kata Woehr dalam blognya di hackernoon.com yang diakses CNNIndonesia.com, Jumat (29/7).

Woehr mengakui banyak mantan karyawan Yahoo seperti dirinya yang sangat membenci Mayer. "Dia (Mayer) memecat orang-orang yang saya kagumi dan merekrut setidaknya seorang eksekutif yang tidak kompeten dan cuek."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Woehr menilai Yahoo memang tidak bisa diselamatkan meskipun Mayer tidak membuat keputusan-keputusan blunder seperti itu. Dia melihat terlalu banyak orang yang tidak termotivasi bekerja di perusahaan tersebut.

"Marissa bisa menghilangkan masalah tersebut untuk sesaat, meski akhirnya depresi di dalam organisasi Yahoo kembali muncul," tulisnya.

Seorang mantan insinyur di perusahaan tersebut pernah mengatakan kepada Woehr, "saya meninggalkan Yahoo karena sadar: apa jadinya jika seorang peretas melumpuhkan Yahoo seutuhnya? Maka dunia kehilangan separuh spam."


Woehr menilai itu sebagai bentuk apati yang tumbuh akibat bertahun-tahun membuat produk yang tidak dilirik publik. Sifat negatif ini, tak bisa disembuhkan sama sekali.

"Dan sayangnya, membawa orang-orang berbakat ke dalam organisasi apatetis yang biasa membuat produk sampah tidak memperbaiki organisasi. Malah, biasanya mereka ikut menjadi apatis atau langsung meninggalkan perusahaan," kata Woehr.

Penjualan bisnis inti Yahoo ke Verizon Communications pun, dia nilai, tidak akan berarti apa-apa. Ini hanya perpindahan kepemilikan atas email spam dan produk-produk lainnya dan beberapa usaha yang diakuisisi mantan perusahaannya itu.

"Tapi karena Marissa pernah memimpin Yahoo, saya jadi orang yang berbeda. Saya punya visi berbeda soal batas kesuksesan pribadi saya," kata Woehr.


Manajemen dan pemegang saham Yahoo pada awal 2016 memutuskan untuk menjual bisnis inti, yang akhirnya dibeli oleh Verizon Communications senilai US$4,83 miliar pada 25 Juli 2016.

Produk inti itu antara lain mesin pencari, media, Yahoo Mail, dan teknologi iklan digital. Penjualan ini tak termasuk aset Yahoo Inc. (yang berbasis di Amerika Serikat) berupa kepemilikan saham 15 persen di Alibaba, 35,5 persen saham di Yahoo Jepang, investasi minoritas tertentu, dan paten non-inti.

Cerita Makanan Gratis dan Ketidakpercayaan

Yahoo yang pernah jadi raksasa internet, diceritakan Woehr, berada di titik terparah sebelum Mayer menjabat sebagai CEO pada 2012. Ketika dia bertemu dengan orang yang baru, dia merasa malu menyebutkan perusahaan tempatnya bekerja.

"Saya senang ketika saya menyebutkan perusahaan saya dan orang-orang mengenalnya. Tapi saya tidak suka ketika mereka malah terkejut mengetahui perusahaan ini masih beroperasi atau mengatakan alamat surelnya di Yahoo digunakan untuk spam," kata dia.


Setelah Mayer menjadi pimpinan perusahaan, orang-orang mulai kembali antusias membicarakan Yahoo. Namun, sebelumnya, keadaan di dalam perusahaan pun sangat mengenaskan.

Woehr mengenang, ketika Mayer memimpin perusahaan, dia memutuskan untuk menyediakan makanan di kafetaria secara gratis. Para karyawan yang apatis tidak percaya dan menilai hal itu hanya angin sesaat dari sang bos baru.

"Mereka buru-buru mengambil banyak makanan seolah kebijakan itu bakal dicabut dalam sehari atau dua hari. Kedai kopi dibabat sampai kehabisan kue kering," ujarnya.

Berita bagus di Yahoo selalu diperlakukan dengan penuh rasa curiga. Tetapi Mayer menunjukkan bahwa ketersediaan makanan di Yahoo menjadi berkelanjutan. Ini adalah sebuah budaya yang ia bawa sebagai salah satu karyawan awal Google.

Pemimpin yang Peduli

Setelah itu, baru terlihat jika Mayer adalah pemimpin yang mendengar anak buahnya. Teman-teman Woehr di perusahaan mulai menceritakan kesan itu.

Salah satu pengalaman Woehr yang sangat berkesan adalah ketika surat elektroniknya dibalas meski waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.

"Saat itu anaknya baru berumur beberapa bulan. Dapat saya bayangkan dengan jelas, dia terbangun tengah malam, menggendong anaknya dengan satu tangan dan membalas email dengan tangan lainnya," kata dia.


Ketika dia sudah meninggalkan Yahoo, dia mengirim presentasi strategi yang semula akan ditunjukkan kepada Mayer. Saat itu, dia sudah bukan lagi menjadi pegawainya, tapi Mayer meluangkan waktu untuk membaca dan membalasnya.

"Saya tahu, jika saya menjadi seorang CEO seperti Marissa, saya akan menjadi pemimpin yang menjawab surel dari pegawai yang berada enam atau tujuh tingkat di bawahnya, pukul 1.00 di hari Minggu. Saya ingin jadi orang yang punya waktu untuk mendengar orang lain, meski tahu hal yang mereka katakan akan terasa menyakitkan," kata Woehr. (adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER