Merunut Senjakala BlackBerry

Ervina Anggraini | CNN Indonesia
Kamis, 29 Sep 2016 14:19 WIB
Mengawali bisnis sebagai produsen transmisi data nirkabel, BlackBerry sukses menjadi raksasa teknologi berkat ponsel yang mendukung layanan email.
BlackBerry pernah menjadi ikon ponsel bisnis di masa lalu (REUTERS/Dado Ruvic)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mike Lazaridis dan Douglas Fregin sukses membawa Research In Motion sebagai salah satu perusahaan teknologi raksasa di kancah dunia. Dua orang mahasiswa jurusan teknik, University of Waterloo pertama kali mendirikan Research In Motion- sebelum berganti nama menjadi BlackBerry- pada tahun 1984 dan menjadikan fokus bisnis usaha di bidang transmisi data nirkabel.

Perusahaan rintisan keduanya kemudian mulai mengembangkan cakupan bisnis di tahun 1990 dengan membuat terminal point-of-sale.

Dirangkum dari berbagai sumber, kesuksesan Mike dan Douglas ditandai dengan peluncuran produk mobile pertama mereka, pager @ctive Inter di tahun 1996. Saat itu, RIM bersaing dengan Motorola yang notabene merupakan salah satu raksasa di bidang teknologi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah inilah yang kemudian menjadi jalan pembuka bagi RIM untuk merilis perangkat pintar modern yang tidak 'haus' data.

Konsep Komputer dalam Genggaman

Sukses dengan perangkat pager, dua tahun kemudian atau tepatnya tahun 1998 RIM menandai kemajuan teknologi dalam sebuah perangkat dalam genggaman. Sebuah ponsel yang dilengkapi papan ketik qwerty yang bisa digunakan untuk mengirimkan email pertama kali diperkenalkan.

Produk ini awalnya menggunakan nama PocketLink atau MegaMail sebelum akhirnya dipilih gagasan menggunakan merek BlackBerry.

Kemampuan akses surel dalam ponsel menjadikan RIM sebagai pemain dominan di ranah industri ponsel. Ciri khas lain yang tidak terpisahkan dari ponsel BlackBerry yakni 'trackball' yang bisa bergulir menelusuri jajaran menu.

Di tahun 2002, kemuculan BlackBerry 6210 menjadi era kejayaan perusahaan asal Waterloo, Kanada. Ponsel BlackBerry seakan menjadi bagian tak terpisahkan dari kalangan pebisnis. Tidak ada lagi komunikasi yang menggunakan nomor telepon, kalangan profesional lebih memilih bertukar nomor PIN (Personal Identification Number) BlackBerry Messenger.

Kegagalan di Tengah Kesuksesan

Strategi bisnis desain ponsel dengan papan ketik qwerty dan layanan pesan instan sempat ditiru oleh para pesaing seperti Nokia, Samsung dan Microsoft. Sayangnya tidak ada yang berhasil menandingi kedikdayaan RIM di kancah ponsel pintar saat itu.

Tawaran keamanan komunikasi data lewat peranti lunak dan server yang dimiliki sendiri menjadi daya jual utama RIM. Perangkat pintar yang dirilis pun bukan lagi menjangkau kalangan profesional, tetapi pangsa pasar remaja mulai melirik model BlackBerry Pearl, Curve, dan Bold.

Kehadiran ponsel pintar open platform Android dan iPhone tidak lantas melunturkan dominasi BlackBerry. Hanya saja, kesuksesan serupa justru tidak mampu dicicipi RIM saat merilis tablet PlayBook.

Tanda kegagalan RIM yang kemudian berganti nama menjadi BlackBerry mulai terlihat pasca buruknya respons pasar terhadap PlayBook yang tak mampu bersaing dengan tablet Android dan iPad.

Ekspektasi Tinggi pada BlackBerry 10

Upaya BlackBerry untuk bangkit kemudian terlihat dari kemuncuran BlackBerry 10, sebuah peranti lunak dan ponsel seri terbaru yang diklaim berbeda jauh dengan peranti lunak generasi sebelumnya. BB10 mengusung desain layar sentuh layaknya iPhone dan ponsel Android.

Tanpa menghilangkan ciri khas papan ketik qwerty, beberapa ponsel dengan peranti BB10 juga hadir dengan desain layakanya ponsel jadul milik BlackBerry.

CEO Thorsten Heins kala itu sangat optimis perombakan tersebut mampu menjaga pamor BlackBerry ditengah kesulitan yang mulai mendera. Hanya saja fakta berkata lain, perangkat BB10 tetap tidak bisa memulihkan kondisi perusahaan secara signifikan.

Direksi perusahaan kemudian mengganti Thorsten dengan John Chen dengan misi utama membawa kembali kesuksesan yang mulai pudar. Di bawah kepemimpinan Chen, BlackBerry kembali berupaya bangkit melalui strategi 'kembali ke akar' yakni fokus menggarap segmen korporat.

Krisis BlackBerry di Tangan Chen

Berbagai upaya Chen untuk mengembalikan BlackBerry ke era kejayaan justru tidak membuahkan hasil. Bersamaan dengan laporan keuangan kuartal kedua 2015 yang berakhir pada 31 Agustus, Chen juga mengumumkan bahwa BlackBerry akan berhenti menjadi produsen ponsel pintar.

Performa segmen bisnis ponsel BlackBerry melesu dan hanya mampu menyumbang pendapatan US$105 juta. Angka itu merosot tajam dibanding periode yang sama tahun lalu yakni US$490 juta.
BlackBerry Classic salah satu yang menggunakan OS 10 (CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)

Kedepannya, produksi ponsel BlackBerry akan diserahkan ke pihak ketiga melalui perjanjian. Perusahaan akan lebih fokus di segmen peranti lunak yang sukses menyumbang pendapatan US$156 juta pada Q2 2016.

Tumbangnya BlackBerry yang dianggap tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi menandai kegagalan serupa yang sempat terjadi pada perusahaan teknologi dunia lain seperti Nokia, Ericsson, dan Siemens. (evn/tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER