Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah kembali menunda penurunan tarif interkoneksi, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana meminta verifikator independen untuk 'meracik' angka paling pas.
Keputusan pemerintah untuk menunda penurunan tarif interkoneksi disebabkan adanya ketidaksepakatan antar operator dan pemerintah mengenai rencana pemberlakuan tarif baru sebesar Rp204.
Menanggapi hal tersebut, Ketua BRTI Ahmad M. Ramli mengatakan penetapan tarif bisa diberlakukan jika ada kesepakatan bersama agar tidak saling merugikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sudah mempertemukan dan membahasa rencana in bersama semua operator, hingga sehari jelang keputusan (1/11) ia mengatakan tidak berhasil mencapai kata sepakat.
Karena itu BRTI dan Kominfo akan meminta verifikator independen untuk menempatkan satu angka paling pas.
"Kami meminta konsultan independen untuk menghitung besaran biaya dan sistem yang paling pas dalam menetapkan tarif interkoneksi," ungkapnya saat ditemui sebelum mengisi acara diskusi media di Jakarta, Kamis (3/11).
Konsultan independen nantinya akan mencari jalan tengah berdasarkan masukan semua operator, apakah berbasis biaya atau akan berupa penetapan simetris.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Direktorat Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Dirjen PPI) ini, dengan keterlibatan petugas verifikasi independen secara otomatis pemerintah tidak ikut campur dalam penetapan tarif interkoneksi.
Hingga jangka waktu tiga bulan kedepan, tarif interkoneksi dipastikan masih akan memakai perhitungan lama yakni sebesar Rp250 untuk panggilan antar-operator (off-net). Setelah tiga bulan, hasil perhitungan verifikator dipastikan akan diipakai sebagai penetapan tarif interkoneksi baru.
"Nantinya angka dari verifikator akan jadi putusan akhir penetapan tarif interkonesi," ucapnya.
Lalu, mengapa pemerintah memilih untuk melibatkan lembaga independen dalam hal ini? Ramli beranggapan, salah satu alasan dilibatkannya verifikator independen karena untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat.
"Untuk hitungan ekonomi hasilnya harus akurat, tidak boleh berandai-andai. Apalagi kalau mendengar dari satu sisi dan sisi lain bisa salah, sementara kalau lembaga independen bisa benar dan menjadi hasil terbaik," pungkasnya.
Mengenai besaran rencana tarif interkoneksi, menurutnya besarannya bisa lebih atau kurang dari rencana awal yakni 26 persen.
Menanggapi keputusan pemerintah menunda penurunan tarif interkoneksi, Anggota BRTI I Ketut Prihadi Kresna mengatakan alasan tersebut karena pemerintah masih harus menetapkan perubahan Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) Telkom dan Telkomsel tahun 2014 dengan beberapa perubahan yang tidak terkait biaya.
"Ada beberapa detil perubahan DPI Telkom dan Telkomsel terkait dengan administrasi pengajuan interkoneksi antar operator, syarat-syarat teknis dan lainnya yang harus diubah," ungkap Ketut kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.
Lebih lanjut ia mengatakan, setelah melakukan perubahan sampai batas waktu yang ditentukan nantinya verifikator independen akan menghitung ulang besaran tarif interkoneksi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kemenkominfo berencana mematok tarif interkoneksi sebesar Rp204 untuk panggilan suara dari jaringan seluler (mobile) ke jaringan tetap, seluler, maupun memanfaatkan satelit, dalam cakupan lokal. Tarif tersebut turun 26 persen dari Rp250.
Pada Agustus 2016 Kemenkominfo memutuskan untuk menunda pengumuman pemberlakuan tarif interkoneksi terbaru yang seharusnya mulai diberlakukan pada 1 September lalu. Kemarin (2/11), pemerintah memilih untuk mengkaji ulang rencana pemberlakuan tarif interkoneksi hingga batas waktu tiga bulan kedepan.
(hnf/tyo)