Google cs Seperti Musuh tapi Butuh Bagi Operator

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 18:28 WIB
Google dan Facebook cs di Indonesia menimbulkan dilema besar bagi operator seluler. Di satu sisi dibutuhkan, namun di sisi lain juga mengkhawatirkan.
Suasana kantor Google di Indonesia (Foto: CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kehadiran layanan over the top (OTT) asing seperti Google dan Facebook yang berjalan di atas infrastruktur telekomunikasi Tanah Air memang sangat besar dampaknya. Tentu saja hal ini paling terasa bagi perusahaan penyedia operator seluler Indonesia.

Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Danny Buldansyah mengatakan, pada dasarnya pihak operator menyambut baik kehadiran pemain OTT. Baik itu lokal, maupun asing sekali pun.

"Semakin banyak OTT yang hadir itu akan disambut dengan baik oleh operator, karena itu akan mendongkrak penggunaan layanan data kami dari konsumen," katanya saat dijumpai sejumlah media di Jakarta, Kamis (8/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan pemaparan data dari Sharing Vision, hal 'mirisnya' adalah pendapatan OTT asing seperti Google dan Facebook sendiri telah mengalahkan operator besar Indonesia.

Tercatat pendapatan Google per kuartal terakhir 2016 mencapai angka US$74,54 miliar disusul oleh Facebook dengan nilai US$17,93 miliar.

Sementara itu Telkomsel meraup pendapatan di angka US$7,71 miliar, lalu diikuti Indosat Ooredoo dan XL Axiata dengan masing-masing nilai US$2,01 miliar dan US$1,64 miliar.

"Sudah pasti hal yang menarik perhatian itu adalah kok mereka [penyedia OTT] bisa dapat revenue tinggi tanpa ada capex setinggi kita [perusahaan operator]," kata Danny, sembari tertawa kecil.

Kendati 'dipecundangi' oleh OTT asing, tetap saja ada sisi terangnya bagi perusahaan telekomunikasi. Yakni, peningkatan penggunaan layanan data.

Dari 2013 hingga 2016 terjadi lonjakan penggunaan data lebih dari 60 persen yang memang dipakai untuk internet.

Selain dari persaingan pendapatan, Danny juga menyatakan bahwa ada semacam kesenjangan dari sisi regulasi yang berlaku untuk pelaku telekomunikasi dan OTT itu sendiri.

Hingga saat ini, OTT banyak diuntungkan oleh regulasi. Dalam artian, operator itu overregulared dan OTT sifatnya underregulated.

Dari paparan diskusi siang tadi, dijabarkan sejumlah perbedaan regulasi yang memperlihatkan bahwa OTT terlalu kendur.

Seperti halnya biaya lisensi, tentu saja tidak ada regulasi untuk OTT. Namun bagi operator bergantung pada tender.

Lalu soal PPN, hal ini dikenakan kepada pelanggan operator seluler, namun tidak berlaku untuk pengguna OTT.

Hingga soal perizinan pemerintah setempat, tentu saja perusahaan telekomunikasi perlu melakukannya, sedangkan hal ini tak dilakukan oleh OTT.

Pemerintah memang kerap mengatakan,  regulasi untuk OTT masih dalam tahap perencanaan untuk digarap.

Sementara Chief Lembaga Riset Sharing Vision Dimitri Mahayana menambahkan, pada dasarnya jika ingin seimbang seharusnya regulasi telekomunikasi jangan terlalu diperketat.

"Regulasi telko ya dikendurkan kalau memang mau seimbang dengan OTT. Kedua pemain ini sifatnya mutualisme, malah kalau tidak ada OTT itu operator bisa collapse karena sumbangan layanan data terbesar dari pemakaian layanan mereka," imbuh Dimitri di tempat yang sama.

Untuk proyeksi di tahun 2017, Danny tetap menilai akan semakin banyak kehadiran OTT bagus. Ia pun optimis pemerintah segera merampungkan regulasi OTT tahun depan setelah Google melunasi pajaknya.

Yang penting bayar pajak negara

Dari kacamata industri telekomunikasi, Danny mengaku bakal menyambut OTT mana pun yang hadir di pasar Indonesia. Namun, ia berharap pemain OTT bersedia membayar pajak ke negara.

"Tentu saja mereka sudah seharusnya bayar pajak agar menjadi benefit negara," katanya.

Senada dengan Danny, Dimitri juga menganggap pemerintah harus fokus mengejar pajak dari pemain OTT asing.

"Jika mereka mau membayar pajak, tandanya negara itu eksistensinya diakui oleh OTT," ucap Dimitri.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER