Facebook cs Dituntut Keluarga Korban Tragedi Kelab Gay di AS

Bintoro Agung Sugiharto | CNN Indonesia
Rabu, 21 Des 2016 10:26 WIB
Facebook, Google, dan Twitter belum lama ini digugat oleh keluarga dari korban aksi penembakan di kelab gay Pulse, Orlando, AS.
Ilustrasi. (REUTERS/Dado Ruvic)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga dari korban penembakan pada Juni lalu di kelab gay Pulse di Orlando, Amerika Serikat belum lama ini menguggat Facebook, Google, dan Twitter. Ketiganya dianggap turut andil atas tindakan pelaku.

Dilansir dari berita Reuters pada Rabu (21/12), tiga keluarga korban penuntut mengklaim para raksasa teknologi tadi memfasilitasi kelompok teroris ISIS untuk menyebarkan propaganda, mengumpulkan uang, dan merekrut orang baru.

Gugatan yang dilayangkan menyebut perusahaan teknologi tadi menciptakan konten yang unik dengan menggabungkan postingan ISIS dengan iklan yang tertuju audiens. Pendapatan dari iklan tadi kemudian dibagi dengan ISIS sebagai pemilik konten.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dukungan material itu menjadi alat penting bagi kebangkitan ISIS dan membantu mereka melancarkan serangan teroris," tulis gugatan itu.


Penembakan yang dilakukan oleh pria bersenjata bernama Omar Mateen usia 29 tahun di kelab Pulse, Orlando merupakan aksi paling mematikan dalam sejarah modern AS. Mateen saat itu membunuh 49 jiwa dan melukai 53 orang.

Aksi Mateen berhenti setelah polisi melepaskan timah panas ke tubuhnya. Sesaat sebelumnya, Mateen menyerukan kesetiaannya terhadap ISIS.

Menghadapi gugatan itu, ketiga perusahaan teknologi tadi tidak banyak berkomentar. Facebook membantah layanan mereka memfasilitasi kelompok ekstremis seperti ISIS.

"Kami berkomitmen menyediakan layanan yang membuat pengguna merasa nyaman," kata Facebook dalam pernyataan resminya pada Selasa (20/12).

Twitter saat ini masih menolak memberi tanggapan. Namun situs mikroblog ini terlihat berbenah sejak aksi penembakan Orlando dengan membekukan 360 ribu akun sejak pertengahan 2015 terkait konten yang mempromosikan terorisme.


Ketiganya bersama Microsoft berjanji pada bulan ini akan mengencangkan koordinasi untuk menghapus konten ekstrem dengan berbagai sidik jari digital satu sama lain.

Upaya tiga keluarga dari mendiang Tevin Crosby, Javier Jorge-Reyes, dan Juan Ramon Guerrero, menagih tanggung jawab perusahaan teknologi ini sebenarnya terhitung sulit terwujud. Aksi yang sama sebelumnya selalu kandas di meja hijau karena AS memiliki hukum federal yang sangat melindungi industri teknologi.

Hukum yang melindungi industri ini menyebut operator situs web tidak bertanggung jawab atas konten yang diunggah orang lain. (hnf/tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER