
Hak untuk Dilupakan Hanya Berlaku dalam Perkara ITE
Ervina Anggraini, CNN Indonesia | Rabu, 28/12/2016 15:18 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Poin mengenai hak untuk dilupakan yang tertuang dalam Revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 mengenai ITE hanya akan berlaku untuk perkara menyangkut informasi dan teknologi. Hal ini dikemukakan TB Hasanuddin dari Komisi I DPR RI.
"Kalau nanti ada koruptor yang sudah divonis dan dihukum mau memakai hak itu, ya tidak bisa," ujar Hasanuddin yang ditemui di Jakarta, Rabu (28/12).
Perkara korupsi dan jenis kejahatan lain bisa dipastikan oleh Hasanuddin tak akan bisa mengakses poin Hak untuk Dilupakan.
Meski ia mengucapkan hal itu, kenyataannya hasil revisi UU ITE yang ada tidak menuliskan siapa saja yang bisa memakai poin Hak untuk Dilupakan. Pada hasil revisi UU ITE, Hak untuk Dilupakan merupakan aturan tambahan yang terdapat dalam Pasal 26.
Untuk mempersempit kemungkinan penyalahgunaan, Hasanuddin mengatakan sudah meminta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Instrumen tambahan itu akan mengatur secara spesifik siapa saja yang dapat menggunakan poin tersebut.
"Terserah pemerintah (kapan menerbitkan), tapi kami udah minta segera," tambah Hasanuddin.
Hak untuk dilupakan menjadi salah satu sorotan publik dalam revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang disahkan bulan lalu dan berlaku efektif per tanggal 28 Novemer 2016. Dalam Pasal 26 UU ITE tertulis penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Sejumlah pihak seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut munculnya hak untuk dilupakan dari revisi UU ITE dapat dimanfaatkan oleh mereka yang punya rekam jejak kejahatan di masa lampau.
Keterangan Hasanuddin sejalan dengan apa yang sempat disampaikan oleh Kominfo. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel Pangerapan mengaku masih mengumpulkan masukan dari berbagai kalangan sebelum mengajukan PP.
"Kasus-kasus apa saja dan bagaimana mekanismenya itu diatur dalam PP. Kami akan undang berbagai pihak untuk mendapat masukan," kata Samuel pada akhir November lalu.
Namun, baik Hasanuddin maupun Samuel tidak bisa menjamin kapan PP diajukan. Mereka juga tidak bisa menghentikan seseorang yang ingin menggunakan Hak untuk Dilupakan selama PP yang dibutuhkan belum ada. (evn/evn)
"Kalau nanti ada koruptor yang sudah divonis dan dihukum mau memakai hak itu, ya tidak bisa," ujar Hasanuddin yang ditemui di Jakarta, Rabu (28/12).
Perkara korupsi dan jenis kejahatan lain bisa dipastikan oleh Hasanuddin tak akan bisa mengakses poin Hak untuk Dilupakan.
Lihat juga:Alasan 'Pasal Karet' UU ITE Harus Tetap Ada |
Meski ia mengucapkan hal itu, kenyataannya hasil revisi UU ITE yang ada tidak menuliskan siapa saja yang bisa memakai poin Hak untuk Dilupakan. Pada hasil revisi UU ITE, Hak untuk Dilupakan merupakan aturan tambahan yang terdapat dalam Pasal 26.
Untuk mempersempit kemungkinan penyalahgunaan, Hasanuddin mengatakan sudah meminta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Instrumen tambahan itu akan mengatur secara spesifik siapa saja yang dapat menggunakan poin tersebut.
"Terserah pemerintah (kapan menerbitkan), tapi kami udah minta segera," tambah Hasanuddin.
Hak untuk dilupakan menjadi salah satu sorotan publik dalam revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang disahkan bulan lalu dan berlaku efektif per tanggal 28 Novemer 2016. Dalam Pasal 26 UU ITE tertulis penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
Lihat juga:Pro Kontra Pemberlakuan Revisi UU ITE |
Sejumlah pihak seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut munculnya hak untuk dilupakan dari revisi UU ITE dapat dimanfaatkan oleh mereka yang punya rekam jejak kejahatan di masa lampau.
Keterangan Hasanuddin sejalan dengan apa yang sempat disampaikan oleh Kominfo. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel Pangerapan mengaku masih mengumpulkan masukan dari berbagai kalangan sebelum mengajukan PP.
"Kasus-kasus apa saja dan bagaimana mekanismenya itu diatur dalam PP. Kami akan undang berbagai pihak untuk mendapat masukan," kata Samuel pada akhir November lalu.
Namun, baik Hasanuddin maupun Samuel tidak bisa menjamin kapan PP diajukan. Mereka juga tidak bisa menghentikan seseorang yang ingin menggunakan Hak untuk Dilupakan selama PP yang dibutuhkan belum ada. (evn/evn)
ARTIKEL TERKAIT
BACA JUGA

Pemeran Pria Video Porno di Purwakarta Dijerat Pasal ITE
Nasional • 13 December 2019 02:01
Pengintimidasi Anggota Banser di Jaksel Diringkus Polisi
Nasional • 12 December 2019 18:07
Polisi Kantongi Alamat Rumah Pelaku Persekusi Anggota Banser
Nasional • 11 December 2019 19:18
Ade Armando Dapat Ajukan Saksi Ahli di Kasus Meme Joker
Nasional • 10 December 2019 02:11
TERPOPULER

Cerita 'Birdwatching' dan Ancaman Punah Burung Wallacea-Papua
Teknologi • 3 jam yang lalu
Tips Aman Berkendara di Tol Japek II yang Bergelombang
Teknologi 8 jam yang lalu
Peneliti Soal Chimera Langgar Kodrat: Tergantung Tujuan
Teknologi 9 jam yang lalu