Kisah Jokowi dan Siswa SD, Pelajaran Netizen untuk Bijaksana

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Rabu, 01 Feb 2017 12:09 WIB
Meramu informasi dengan 'air mata' jadi salah racikan mujarab yang menjadi pola sebaran kabar hoax. Termasuk rantai kisah Ari dan Jokowi yang tengah viral.
Presiden Joko Widodo bersama Ari, siswa kelas 3 SD, saat sesi tanya jawab berhadiah sepeda. (Biro Setpres/ Intan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kesabaran sekaligus tawa Presiden Jokowi terlihat hari ini saat berinteraksi dengan tiga siswa SD dalam acara penyerahan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk yatim piatu wilayah Jabodetabek. Interaksi tanya jawab berhadiah sepeda dilakukan Jokowi setelah memberi kata sambutan.

Jawaban menggelitik diberikan Ari siswa kelas 3 SD. Kepadanya, Jokowi minta disebutkan empat jenis ikan yang ada di luasnya perairan Indonesia. Ari mulai menyebutkan ikan lele dan ikan paus. Ia sempat terhenti beberapa lama, sementara Jokowi seakan menunggu jawaban lainnya.

"Ayo ikan apa lagi?" tanya Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ikan-ikanan lah," jawab Ari dengan santai.

Jokowi kembali tertawa. Ia memberikan kesempatan kembali. Ari menambah jawabannya dengan ikan teri sampai akhirnya ia salah menyebutkan ikan tongkol. Pendengar sontak kaget karena jawaban Ari terdengar seperti kata yang seharusnya tak disebutkan.

Sambil menahan ketawa, ayah tiga anak ini menanyakan kembali ikan yang dimaksud Ari. Siswa SD ini menjawab dengan selip lidah yang sama.  Jokowi dengan sabar bertanya kembali. Di kesempatan ini, Ari akhirnya menyebutkan ikan tongkol dengan benar.

"Ikan tongkol. Dah, diambil sepedanya," ucap mantan Wali Kota Solo ini.

Tidak ada yang meragukan validitas dari video yang viral di jagad maya soal siswa sekolah dasar yang melakukan interaksi dengan presiden Joko Widodo. Namun tidak sedikit yang dibuatnya tertawa, hingga berujung pada informasi yang menyesatakan.

Validasi dan Bijaksana

Usai video tersebut viral dan bahkan dibagikan oleh jutaan orang di lini masa media sosial, kemunculan video Ari dan Jokowi ibarat ditunggangi mereka yang melihat ini sebagai kesempatan.

"Ini kurang bijaksana. Jika itu lucu, memang hal itu lucu. Tapi menertawakan kekurangan seseorang apalagi membully anak akan berdampak buruk bagi perkembangan anak," kata Direktur Vaksincom Alfons Tanujaya kepada CNNIndonesia.com.

Bahkan, beberapa hari kemudian beredar informasi jika Ari adalah seorang yatim piatu dan mengidap disleksia, yang diunggah oleh endorser Noviana Dibyantari, dari koordinator Komunitas Difabel Semarang.

Vaksincom mencoba untuk mendalami informasi soal Ari yang dibuat oleh Noviana, yang mana isi dari tulisan viral itu cukup untuk memperdaya banyak orang dan membuat orang merasa bersalah telah melakukan "like and share" Ari dan Jokowi.
 
Tidak pernah ada konfirmasi yang setidaknya mendekati kebenaran dari klaim tulisan itu. Meski benar Noviati adalah Koordinator Komunitas Difabel Semarang, namun tidak ada satu sumber yang mendukung tulisan itu dikeluarkan dari komunitas dari Semarang tersebut.

"AR itu sekolah di Ciputat dan berdomisili di Sumur Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dan jadi janggal komunitas difabel berdomisili di Semarang. Satu-satunya sumber yang dipercaya adalah situs KPAI yang meminta masyarakat tidak menyebarkan video itu dengan embel-embel penyandang disleksia, yatim piatu.

Pola Berita Hoax

Vaksincom menilai, pola berita bohong yang disebar ini nyaris sama dengan berita-berita hoax pada umumnya. Peramu meramu data yang valid dan membungkus rapi dengan data bohong yang sulit dikroscek supaya penerima merasa bersalah dan terpengaruh membuat berita itu menjadi viral.

Berdasarkan penelusuran Vaksincom, kata Alfons, unsur kebohongan dalam informasi itu adalah, tidak adanya fakta jika Ari adalah penyandang disleksia. Tak hanya itu, benar memang Ari tinggal bersama eyang dan pamannya, namun orang tuanya masih hidup dan sehat.

Soal menulis surat tiap hari kepada ibunya, fakta itu tidak bisa tervalidasi dan terbantahkan, karena ibu dari Ari masih hidup.

Pernyataan 'Surat Tidak Dibalas oleh Ibu': hal itu diutarakan untuk menarik simpati dan rasa kasihan juga menambah rasa bersalah dari penerima informasi itu dan menyebarkan informasi tersebut.

"Kami menyarakan untuk pengguna media sosial untuk tidak mudah mempercayai pesan yang tiba-tiba viral. Lakukan kroscek dari sumber terpercaya sebelum melakukan posting di laman Facebook Anda, atau media sosial lainnya," ujar Alfons.

Selain berpotensi melanggar UU ITE jika menyebarkan berita atau kabar kabur dengan ancaman ancaman pidana, hoax bisa lebih berbahaya menjadi pemicu perpecahan di masyarakat.

"Kalau ragu-ragu sebaiknya jangan broadcast atau tanyakan ke pihak yang mengerti soal itu. Kan sudah ada turnbackhoax.id dan lainnya sebagai sarana validasi," ujar Alfons. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER