Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Dharmaningtyas menyebut poin peraturan batas tarif dan kuota jumlah kendaraan dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 justru berasal dari kalangan pengemudi.
Klaim tersebut, lanjut Dharmaningtyas, muncul ketika uji publik pembahasan revisi berlangsung di Makassar pada 10 Maret lalu.
"Soal aturan kuota dan tarif itu justru muncul karena ada suara dari pengemudi," terang Dharmaningtyas menyampaikan pendapatnya di Jakarta, Jumat (17/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, dasar usulan itu berangkat dari pikiran melindungi konsumen. Misalnya di penetapan tarif bawah dan atas untuk kendaraan sewa khusus.
Tarif atas ditujukan melindungi konsumen agar tak menderita tarif transportasi terlalu mahal. Sementara tarif bawah dibuat untuk melindungi operator agar tarif tidak terlampau murah.
Kemudian soal penetapan kuota kendaraan angkutan sewa khusus di suatu kota, Dharmaningtyas menerangkan usul itu datang karena ada kekhawatiran terjadi kelebihan suplai di pasar.
"Karena muncul banyak keluhan sekarang ini sudah sepi dan
over-supply lalu banyak yang masih kredit, mobilnya sudah ditarik," tuturnya.
Bertolak belakang dengan Dharmaningtyas, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata justru menilai langkah pemerintah dari revisi Permenhub tadi sebagai kemunduran.
"Revisi harusnya mengedepankan inovasi, tapi sayangnya malah bernuansa proteksionis," kata Ridzki dalam jumpa pers Grab di kantornya di Lippo Kuningan, Jakarta, Jumat (17/3).
Mekanisme pasar seperti yang terjadi saat ini menurut Ridzki yang sebaiknya tetap dipakai oleh pemerintah. Ia beralasan penetapan batas tarif akan mengurangi layanan transportasi murah dan membatasi pendapatan mitra pengemudi.
Sementara kuota jumlah kendaraan akan mengurangi akses publik ke layanan yang mereka inginkan.
Dua poin itulah yang jadi sorotan baru bagi Gojek, Grab, dan Uber. Sebelumnya, mereka mengaku sudah dipusingkan dengan aturan nama kepemilikan di Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang sudah ada sejak Permenhub ditandatangani tahun lalu.
Ketiga perusahaan tersebut juga telah menandatangani kesepakatan bersama meminta pemerintah menunda penerapan Permenhub No.32 hingga sembilan bulan lagi.
(evn)