Jakarta, CNN Indonesia -- Curahan hati hacker yang berhasil membajak situs Telkomsel, berhasil membuat geger dunia maya. Bahkan, hal ini juga sempat mendapat dukungan dari netizen, terlepas aksi yang mereka lakukan salah.
Namun demikian menurut Kahlil Rowter, Chief Economist PT. Danareksa Sekuritas, tarif internet yang ditetapkan oleh Telkomsel saat ini masih dalam koridor yang tak perlu dipermasalahkan.
Sebab saat ini tarif yang berlaku di Telkomsel adalah tarif yang
fair dan tidak ada indikasi usaha untuk monopoli atau anti kompetisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu kualitas yang diberikan oleh Telkomsel juga dinilai Kahlil jauh lebih baik dan transparan ketimbang operator serupa yang menjalankan bisnis yang sama.
"Ini kita ibaratkan Telkomsel itu seperti mobil premium sementara operator lain seperti mobil niaga. Mobil premium memiliki standar kualitas yang jauh lebih dibandingkan mobil niaga. Namun mobil niaga juga memiliki standar minimum keamanan tersendiri.
Dengan penetapan standar kualitas maka konsumen akan dapat menilai sendiri operator mana yang terbaik untuk mereka," terang Kahlil, melalui keterangan resminya.
Seharusnya masyarakat sudah bisa melihat industri telekomunikasi itu tidak sekadar harga saja. Tetapi juga harus dilihat dari kualitas layanan yang diberikan oleh operator telekomunikasi (
quality of service) dan keterjangkauan jaringan. Karena kualitas layanan ini adalah abstrak, maka pemerintah harus mengatur.
Kahlil menilai hingga saat ini tarif internet di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia masih jauh lebih murah. Namun demikian kualitas internet di Indonesia juga dinilai ekonom dari Danareksa ini masih di bawah negara-negara Asia. Kualitas internet yang bagus dinilai Kahlil hanya terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar saja.
Mengenai tarif internet di Indonesia yang terlalu murah, juga dikiritisi oleh Kahlil. Jika masih menerapkan perang tarif di internet, maka bisa dipastikan operator telekomunikasi tersebut tidak mampu mempertahankan kualitas layanannya kepada konsumennya.
"Ujung-ujungnya nanti operator tersebut akan bangkrut. Contohnya saja Esia dan Fren yang dahulu
jor-joran dalam menerapkan tarif telekomunikasinya. Namun itu semua keputusan bisnis masing-masing operator," terang Kahlil.