Jakarta, CNN Indonesia -- Keseriusan Apple untuk berbisnis di China mulai ditunjukkan dengan rencana pembangunan data center pertama. Apple diketahui bekerja sama dengan perusahaan penyedia internet lokal demi memuluskan langkah bisnis mereka.
Keputusan untuk membangun data center disinyalir sebagai bagian dari penetapan Undang-Undang keamanan siber yang diperketat pemerintah China sejak Juni lalu.
Juru bicara Apple di Shanghai kepada
Reuters mengatakan pihaknya merogoh kocek US@1 miliar untuk investasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan besutan Steve Jobs itu memilih provinsi selatan Guizhou sebagai lokasi data center mereka. Sebagai pengelola, Apple menunjukk perusahaan Guizho-Cloud Big Data Industry Co. Ltd (GCBD).
"Peraturan terbaru mengharuskan layanan komputasi awan dioperasikan oleh perusahaan lokal. Penambahan data center ini memungkinkan kami memperbaiki kecepatan dan keandalan produk serta layanan yang sesuai dengan peraturan yang baru dikeluarkan," tulis Apple dalam pernyataan resmi.
Terkait dengan perubahahan peraturan bisnis di China, Apple tercatat menjadi perusahaan asing pertama yang menyatakan ketersediaan untuk mematuhinya.
Sekedar informasi, penetapan undang-undang keamanan siber terbaru pada 1 Juni mengharuskan perusahaan asing yang berbisnis di China menyimpan datanya di sana.
Meski sempat menuai beragam reaksi, perusahaan asing sempat sangsi dengan persyaratan pengawasan dan penyimapanan data yang ketat. Mereka menganggap peraturan tersebut membebani perusahaan dengan risiko kepatuhan yang berlebihan hingga bisa mengancam kepemilikan data.
Menanggapi hal itu, pihak berwenang memastikan perancangan undang-undang justru bertujuan untuk melindungi warganya dari ancaman serangan siber dan terorisme.
Mengenai keamanan dan dan perlindungan privasi, Apple secara tegas memastikan pihaknya telah memiliki sistem yang aman.
"Sejauh ini tidak ada yang dapat menembus sistem keamanan kami," klaim Apple.
Sejumlah perubahan mengenai aktivitas siber mendorong China untuk mengeluarkan sejumlah aturan perubahan.
Sebelumnya, pada April lalu China mewajibkan perusahaan untuk mentransfer lebih dari 1.000 gigabyte data di luar China dengan alasan untuk melakukan peninjauan keamanan tahunan. Tak pelak, sejumlah data ekonomi, teknologi, hingga penelitian ilmiah berhasil diimpor oleh pemerintah China untuk 'peninjauan rutin'.
(evn)