Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) secara resmi meminta Internet Service Provider (ISP) untuk memblokir sebelas Domain Name System (DNS) Telegram per 14 Juli 2014. Hal tersebut dikonfirmasi oleh sejumlah provider telekomunikasi Indonesia.
Telkomsel dan XL melalui juru bicaranya masing-masing membenarkan bahwa Kemkominfo mengirimkan permintaan pemblokiran pada Jumat silam. Permintaan tersebut langsung dipatuhi oleh para provider.
“Jumat kemarin kami telah menerima surat permintaan blokir dan sebagai operator kami mengikuti arahan pemerintah dengan sudah melakukan pemblokiran akses Telegram tersebut,” tulis Tri Wahyuningsih atau yang kerap disapa Ayu selaku General Manager Corporate Communication XL Axiata kepada CNNIndonesia, Senin (17/7) melalui pesan singkat.
“Sebagai perusahaan yang comply terhadap peraturan pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Telkomsel telah melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang mengandung konten ilegal menurut UU ITE,” tambah Adita Irawati, VP Corporate Communications Telkomsel.
Deva Rachman, Head of Corporate Communication Group of Indosat Ooreedoo juga menerangkan bahwa perusahaannya juga hal langkah serupa untuk selalu mengikuti peraturan yang diberlakukan pemerintah. Tak hanya itu, Ayu menambahkan keputusan pemblokiran pastilah sudah melalui pertimbangan yang matang.
“Menurut kami pemerintah tentu sudah memiliki pertimbangan yang matang terkait hal ini, dan kami yakin tindakan tersebut harus dilakukan sebagai bagian dari upaya mengkontrol akses atas konten yang dianggap memiliki sisi negatif kepada masyarakat, apalagi jika benar ada kaitannya dengan paham radikalisme,” lanjut Ayu.
Sekadar informasi, pemerintah telah menutup 11 DNS situs layanan aplikasi chat asal Rusia Telegram karena telah menemukan banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Kemkominfo menilai bahwa layanan ini bisa membahayakan negara karena tidak menyediakan SOP dalam penanganan kasus terorisme. Namun, masih ada kemungkinan situs-situs tersebut kembali dibuka asalkan pihak Telegram bersedia memenuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Tri di sisi lain baru menjalankan permintaan Kemkominfo pada Sabtu, (15/7).
"Mengacu pada Siaran Pers dan korespondensi dengan Kementrian Kominfo, pada Sabtu pagi 15 Juli kami telah melakukan blokir akses ke 11 situs yang diinformasikan oleh pemerintah," terang Arum K. Prasodjo selaku Senior Manager Public Relations & Media Tri.
(tyo)