Jakarta, CNN Indonesia -- Kendati anomali sudah berlangsung sejak Jumat (25/8) lalu, Telkom mengaku belum mengetahui penyebabnya hingga saat ini. Salah satu alasan ketidaktahuan tersebut adalah Telkom memilih memprioritaskan pemulihan layanan.
"Kalau ditanya sekarang, saya juga belum tahu. Masih didalami ahli-ahli di di bidang itu baik dari Telkom ataupun dari Lockheed Martin," ujar Direktur Utama Telkom Alex J. Sinaga dalam konferensi pers di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Rabu (30/8).
Untuk menemukan penyebab insiden, Alex menjelaskan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lockheed Martin melalui stasiun pengendali Telkom di Cibinong, Bogor. Namun hingga sekarang, para ahli dari kedua pihak masih belum menemukan titik terang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lockheed Martin sendiri adalah mitra Telkom dalam membuat satelit Telkom 1. Lockheed Martin mengerjakan Telkom 1 di Newtown, Amerika Serikat. Telkom memakai jasa Arianespace untuk meluncurkan satelit yang diluncurkan pada 4 Agustus 1999 lalu.
Alex juga mengatakan insiden yang menimpa satelit Telkom 1 ini sebagai force majeur. "Ini berandai-andai saja. Misalnya ada pesawat kecelakaan, hal pertama yang dilakukan apa? Evakuasi," terangnya.
Ia menegaskan untuk sementara waktu Telkom tak akan mengejar hal lain di luar pemulihan layanan. Menurutnya masih ada waktu lebih untuk mencari penyebab anomali satelit. Sementara layanan yang terputus akibat insiden ini dinilai jauh lebih mendesak untuk ditangani.
Bukan Karena Umur TuaDirektur Wholesale dan Layanan Internasional Abdus Somad Arief mengatakan anomali Telkom 1 tak berkaitan dengan usia satelit. Ia berdalih kendati usia satelit sudah 18 tahun, hasil pemeliharaan menunjukkan Telkom 1 masih laik beroperasi.
"
Assessment di tahun 2016 menunjukkan normal semua. Bahkan bahan bakar masih cukup hingga 2022," ujar pria yang akrab disapa Asa itu.
Asa mengklaim Telkom rutin melakukan pengecekan berkala setiap tahun. Pengecekan terakhir dilakukan tahun lalu, sementara pengecekan menyeluruh sudah mereka lakukan di 2014. Dari pengecekan tersebut diketahui satelit masih bisa beroperasi sampai 2019.
Ia pun menolak mengatakan satelit ini sudah berada di luar orbit seperti kabar yang beredar.
"Itu belum tahu kita. Kita serahkan ke ahlinya saja. Jadi kalau dibilang sudah enggak ada, kita masih belum sampai ke sana," imbuhnya.
(evn)