Jakarta, CNN Indonesia -- Motorola pernah berjaya saat industri ponsel belum mengusung tren ponsel cerdas seperti saat ini. Bersama Nokia, Motorola termasuk merek ponsel yang paling diingat pengguna saat itu. Namun, Era ponsel cerdas menggilas nama dua pabrikan ponsel ini.
Tapi kini, Motorola kembali berambisi besar untuk masuk tiga besar produsen ponsel cerdas di Indonesia dan global.
Keinginan itu diucapkan oleh Jan Huckfeldt dari Motorola. Pria yang menjabat
Chief Marketing Officer Motorola ini menilai ponsel asal Amerika Serikat itu masih punya nilai jual yang tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huckfeldt melihat nama Motorola masih membekas di benak banyak orang. Hal itu terjadi di negara-negara Amerika Latin, terutama Brazil.
Sementara di Indonesia, Motorola melihatnya sebagai salah satu pasar paling penting di Asia Pasifik baik secara volume pasar maupun potensi pertumbuhannya.
"Itu sebabnya saya datang ke sini, sebab Indonesia sangat penting dan potensial," ucap Huckfeldt usai meluncurkan Motor G5S Plus di Jakarta, Selasa (19/9).
Lama tergusur
Namun, Motorola sepertinya perlu lakukan usaha keras untuk bisa mencapai ambisinya itu. Berdasarkan laporan IDC, Lenovo-Motorola sudah tergusur dari daftar lima besar ponsel terlaris di dunia sejak awal 2016.
Berdasarkan penelusuran
CNNIndonesia.com, setidaknya sejak 2011 Lenovo terus menempati posisi tiga besar dunia menguntit Apple dan Samsung. Namun, sejak pertengahan 2014, Huawei mengambil alih posisi Lenovo. Saat itu, awal 2014 Lenovo baru saja menyelesaikan akuisisi Motorola sebesar US$2,91 miliar (sekitar Rp35,5 triliun).
Sejak tersalip Huawei, Lenovo terus berada di posisi empat dunia dan Xiaomi di posisi lima. Meski pada Q2 2015, Xiaomi sempat menyalip posisi Lenovo.
Tapi sejak 2016, peta kekuatan pasar ponsel dunia berubah. Lenovo dan Xiaomi mesti rela digusur rekan senegaranya, Oppo dan Vivo. Keduanya terus bertengger sebagai dua produsen dengan pangsa pasar terbesar keempat dan kelima dunia hingga Q1 2017. Sementara Huawei berhasil mengamankan posisinya di tempat ketiga sejak mengambil alih posisi itu dari Lenovo dua tahun sebelumnya.
Namun, laporan terbaru IDC di kuartal kedua 2017 menunjukan pergerakan kembali terjadi. Xiaomi kembali naik panggung, ia menggusur Vivo dari posisi lima. Sementara Lenovo-Motorola sendiri masih belum menunjukkan tanda-tanda kembali naik di pasaran.
Di Indonesia, berdasarkan data terakhir yang dirilis
IDC pada kuartal dua 2017 (Q2 2017), pasar
smartphone Indonesia dikuasai Samsung, Oppo, Asus, Advan, dan Xiaomi. Merek ini berturut-turut menempati posisi pertama hingga kelima. Sementara di Q3 2016, Lenovo sempat bertengger di posisi enam.
 Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino |
Jalan terjal"Berkompetisi dengan merek-merek ini memang sulit, tak diragukan lagi. Namun kami punya reliabilitas dan kualitas," tegas Huckfeldt.
Untuk kembali besar, setidaknya ada tiga hal yang menurut Motorola perlu diperhatikan, yakni jaringan distribusi yang luas, ketersediaan unit tanpa henti, dan kualitas produk.
Selain itu, Motorola juga mulai menyasar pasar ke segmen yang lebih muda. Menurut
Marketing Lead MBG Lenovo Indonesia Miranda Warokka, hal itu tak dipungkiri dari besarnya potensi populasi muda di Indonesia yang besar.
"Target utama kita ada di segmennya seri (Moto) G, generasi yang dekat dengan digital," ucap Miranda.
Miranda menambahkan, secara global pengguna Motorola berada di kisaran usia 18-37, sementara pengguna seri Moto G sekitar 25 tahun ke atas.
Moto G sendiri pertama kali diperkenalkan ke pasar pada 2013 silam. Hingga saat ini mereka sudah memiliki lima generasi di seri tersebut, dengan sejumlah varian. Salah satunya adalah Moto G5S Plus yang baru diluncurkan di Indonesia.
Ponsel menengahBisa jadi, Lenovo-Motorola berharap mendapat pasokan pembelian dari segmen
entry level dan menengah. Sebab, belakangan Motorola juga menelurkan ponsel-ponsel di dua kelas ini lewat ponsel seri E dan C. Padahal sebelumnya, Lenovo menempatkan Motorola untuk ponsel segmen pengguna
high-end lewat seri Z yang premium.
Lewat ponsel seri C dan E, Motorola mulai menyasar pengguna ponsel kelas low-end dengan tawaran harga di kisaran Rp1-2 jutaan.
"Nah, kalau kita (sekarang) main di tiap segmen. Tapi, kita premium ditiap segmennya itu," menurut keterangan Adrie Suhadi, Country Lead Mobile Business Group (MBG) Lenovo Indonesia saat dimintai komentarnya mengenai kehadiran Moto C beberapa waktu lalu.
Selain itu, Motorola juga mengenalkan satu varian lain untuk kelas menengah dengan seri G yang meluncur kemarin (19/9). Dilego seharga Rp2,999 juta, Moto G5 Plus ini menyasar pengguna ponsel kelas menengah (mid-range). Ada pula seri M yang dilego diharga Rp4 jutaan yang juga menyasar segmen menengah.
Menariknya, pasar ponsel menengah tengah tumbuh di Indonesia. Masih berdasarkan data
IDC Q2 2017, pasar ponsel menengah naik jadi 28 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 13 persen. Kategori ini dikuasai oleh ponsel dengan banderol harga dikisaran Rp2,6 juta hingga Rp5,3 jutaan (US$200 - US$ 400).
Dengan pangsa pasar 28 persen, ponsel menengah jadi pasar kedua terbesar di Indonesia. Menggantikan pasar kategori
ultra-low-end yang pada 2016 menjadi pasar kedua terbesar di Indonesia. Ponsel
ultra-low-end ini ada dikisaran harga kurang dari Rp1,3 juta (US$100). Tahun ini pasar
ultra low end menempati posisi tiga dengan 26 persen pangsa pasar.
Menurut IDC, peningkatan di kelas menengah didorong dengan adanya kemudahan cicilan ponsel tanpa kartu kredit bagi pengguna. Perusahaan peminjaman mikro seperti Homecredit, Aeon Credit, Kredivo dan Akulaku, menjadi alternatif pembiayaan yang populer. Hal ini memudahkan konsumen untuk meningkatkan ponsel yang mereka pakai dengan produk yang memiliki spesifikasi lebih baik.
Namun, pasar terbesar konsumen smartphone Indonesia masih di segmen
low end dikisaran harga Rp1,3 juta hingga Rp2,6 juta (US$100-US$200).