Pengunjung Kalah Ramai dari GMT, Gerhana Bulan Tetap Spesial

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Kamis, 01 Feb 2018 18:37 WIB
Meski pengunjung tak seramai saat fenomena Gerhana Matahari Total 2016, pengamatan gerhana bulan di TIM dianggap tetap spesial.
Ilustrasi pengamatan super blue blood moon di Jakarta (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian penduduk Bumi tadi malam mendapatkan kesempatan langka untuk menyaksikan Gerhana Bulan Total (GBT) ketika terjadi fenomena Super Blue Blood Moon. Momen spesial ini dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat mengenai astronomi.

Rakean Shidwii Hasan Ali Wisesa, salah satu panitia Himpunan Astronomi Amatir Jakarta menyebut bahwa antusiasme masyarakat Jakarta terhadap observasi Gerhana Bulan Total sangat besar, meski tak sebesar Gerhana Matahari Total pada 2016 silam.

"GBT ini antusiasnya besar ya, tetapi kalau yang GMT 2016 lalu itu lebih banyak karena ini kan gerhana Bulan ya," kata pria yang biasa disapa Ceca saat bertugas mengawal acara nonton bersama GBT di Taman Ismail Marzuki, Rabu (31/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya pengamatannya, Gerhana Matahari Total 2016 lebih ramai sebab fenomena itu sangat jarang terjadi.

"Gerhana bulan total juga lebih sering terjadi. Tetapi yang ini juga tetap spesial," imbuhnya.

Selain itu, pengamatan Gerhana Bulan bisa dilakukan dengan mata telanjang. Tak seperti GMT yang tidak bisa diamati dengan mata telanjang. Sehingga setidaknya masyarakat perlu menggunakan kacamata khusus.

Meski demikian ia tak dapat memastikan berapa jumlah pengunjung saat GMT. Sebab saat itu, pihaknya tak menerapkan sistem registrasi dan pengecapan kepada pengunjung.

Hanya saja, ia menjelaskan saat itu 4.700 kacamata gratis yang disediakan Planetarium habis disebut pengunjung. Bahkan masih banyak masyarakat yang ikut datang ke Planetarium yang tak kebagian kacamata gratis dengan filter ND5 itu.

Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com saat GMT 2016 penonton bahkan hingga tumpah ke jalan. Lalu lintas juga sempat tersendat, terutama sebelum gerhana total pada 9 Maret itu dimulai.

Sementara itu, Himpunan Astronomi Amatir Jakarta sendiri adalah organisasi yang mewadahi masyarakat dari berbagai latar belakang maupun usia yang memiliki kepeminatan terhadap ilmu astronomi. Organisasi non-profit ini salah satu tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ilmu astronomi.

Meski demikian, dua momen ini menggambarkan kesadaran masyarakat terutama di Jakarta yang sudah meningkat. Ceca menyebut bahwa masyarakat dulunya ketakutan hingga bersembunyi di bawah selimut. Sementara, para pendatang seperti turis mengabadikan fenomena alam yang unik tersebut.

"Dulunya, orang asing datang untuk menonton fenomena seperti ini tetapi masyarakat lokal malah sangat ketakutan dengan mitos gerhana sampai mereka bersembunyi di bawah selimut. Tapi sekarang orang lokal sudah berubah. Mereka melihat ini sebagai sesuatu yang keren," lanjutnya. (eks)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER