Nobar Gerhana Bulan Total Jadi Sarana Edukasi Astronomi

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Kamis, 01 Feb 2018 01:00 WIB
Kepala Kepala Satuan Pelaksana Teknik Pertunjukan dan Publikasi TIM mengatakan minat warga Indonesia pada pengetahuan serta pendidikan astronomi masih sedikit.
Kegiatan melihat atau menonton bersama proses terjadinya Gerhana Bulan Total menjadi salah satu sarana edukasi astronomi bagi masyarakat Indonesia. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satu dari sejumlah titik menggelar kegiatan memantau atau nonton bersama gerhana bulan total malam ini di Jakarta adalah Planetarium yang berada di komplek Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.

Kepala Kepala Satuan Pelaksana Teknik Pertunjukan dan Publikasi TIM Eko Wahyu mengatakan gelaran nobar gerhana bulan total di tempatnya berlangsung kurun waktu 17.00-23.00 WIB.

“Ini adalah ajang edukasi ya untuk masyarakat terutama buat anak-anak. Agar mereka tahu istilah-istilah astronomi. Apa itu blood moon, supermoon, gerhana dan bagaimana prosesnya,” kata Eko saat ditemui di TIM, Cikini, Jakarta, Rabu (31/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam kegiatan tersebut, Planetarium TIM tak bekerja sendiri karena mengajak kerja sama Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ). Selain membantu menyediakan 9 teropong, HAAJ juga memberikan penjelasan mengenai fenomena GBT pada masyarakat yang diberi waktu meneropong 1-2 menit.

“Kita sediakan di sini beberapa astronom tidak hanya untuk membantu masyarakat menggunakan teropong tetapi juga untuk tanya jawab. Kita tampilkan juga layar di sini dan dokumentasi,” imbuh Eko.

Edukasi dan wawasan mengenai astronomi disebut sangat penting untuk membantah mitos yang masih beredar di masyarakat. Eko menyatakan bahwa penguasaan angkasa suatu masyarakat merupakan salah satu pertanda suatu negara merupakan negara kuat.

“Fungsi astronomi ini adalah untuk membantah mitos mitos. Jelaskan melalui ilmiah. Itu tugas kita malam ini juga. Selain edukasi kami ingin tumbuhkan adalah mencintai dunia astronomi karena di Indonesia itu masih kurang,” ujarnya.

Eko menyoroti bahwa saking sedikitnya minat masyarakat terhadap astronomi, hanya satu universitas yang memiliki jurusan astronomi.

“Ini penting karena negara mana yang menguasai angkasa itu akan menjadi negara yang super power. Lihat saja seperti Amerika, Rusia, China, Eropa,” kata dia.


Sementara itu, masyarakat yang menonton gerhana bersama-sama di TIM akan bisa melihat lebih detail proses dan permukaan bulan. Hal itu tidak bisa dilakukan dengan pengamatan mata telanjang.

“Pengamatan dengan mata telanjang ya sudah seperti itu saja tetapi kalau melalui teleskop akan terlihat kawah-kawahnya. Bagi yang tidak kebagian teleskop, kami sediakan proyektor sehingga masih akan tetap bisa melihat kawah-kawahnya. Itu dipancarkan dari teleskop,” terang Eko.

Planetarium sendiri melalukan penelitian dalam kesempatan ini. Salah satu datanya adalah untuk mengecek tingkat polusi di udara dan melihat pembiasan cahaya untuk dibandingkan dengan gerhana sebelumnya. 

“Makin merah darah makin tercemar udara. Karena nanti banyak partikel yang akan membiaskan. Jadi nanti para ilmuwan akan  mempelajari itu karena itu berkaitan dengan atmosfer. Di atmosfer nanti ada partikel apa saja akan diteliti,” lanjut Eko. 

Eko menyatakan pihaknya menghitung sekitar 8 ribu orang memadati Planetarium TIM saat gerhana bulan total terjadi pada pukul 20.00 WIB. Tempat ini sendiri mampu menampung 9-10 ribu massa.

Supermoon sendiri bisa terjadi 2-3 kali dalam setahun sementara gerhana bulan merupakan fenomena yang juga cukup sering terjadi. Blue moon sendiri diperkirakan terjadi dalam siklus tiga tahun sekali. Tetapi fenomena ketiganya terjadi bersamaan cukup langka. 

“Kalau yang bersamaan ini memang agak lama. Nanti terjadi lagi pada 2037,” tutup Eko. (kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER