Jakarta, CNN Indonesia -- Jepang sebagai negara ekonomi terbesar ketiga dunia kekurangan tenaga kerja akibat makin menyusutnya populasi di negara itu. Meski demikian, pemerintah Jepang menolak untuk menggunakan tenaga kerja asing besar-besaran.
Mereka hanya menerima tenaga kerja profesional. Alasannya, kekhawatiran akan terjadinya kericuhan sosial. Kekurangan tenaga kerja di Jepang saat ini adalah yang terburuk dalam 25 tahun terakhir.
Sebelumnya, para ekonom telah mengusulkan agar Perdana Menteri Shinzo Abe agar melonggarkan aturan imigrasi negara itu agar tenaga kerja asing bisa lebih leluasa datang dan bekerja disana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Tokyo lebih suka kekurangan tenaga kerja ini diatasi dengan kecerdasan buatan. Mereka juga lebih suka mempekerjakan perempuan dan pekerja yang berumur untuk mengatasi kekurangan ini.
"Meski otomasi bisa memitigasi berkurangnya populasi, tapi imigrasi besar-besaran akan menjadi solusi (yang lebih baik)," jelas Kohei Iwahara, ekonom dari Natixis Japan Securities.
Berkurangnya populasi di Jepang membawa masalah seperti berkurangnya konsumsi dan penurunan harga barang.
Sejauh ini, Jepang memperbolehkan pekerja asing hanya bekerja sementara disana. Stephen Nagy, rekan profesor di Universitas International Christian Tokyo menyebut kalau Jepang menginginkan pekerja migran, bukan imigran.
Pekerja sementara ini dibutuhkan untuk sektor pekerjaan
low-end, manufaktur, perawatan orang tua, dan area lain yang mengalami kelangkaan tenaga kerja. Namun, Tokyo tak ingin para pekerja ini menjadi penduduk tetap.
"Ada kekhawatiran Jepang akan menghadapi masalah sosial dan meningkatnya kriminalitas jika mendatangkan pekerja asing yang tak berasimilasi," jelas Jeff Kingston, Direktur Stusi Asia di Universitas Temple Jepang, seperti dikutip
CNBC.
Bulan lalu, Abe menyebut akan memperbolehkan lebih banyak profesional dan pekerja terampil ke Jepang. Tapi ia akan membatasi durasi tinggal dan mencegah anggota keluarga mereka ikut tinggal di Jepang.
(eks)