Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian warga Kota Pontianak berkumpul untuk menyaksikan peringatan kulminasi atau yang dikenal Hari Tanpa Bayangan.
Ini merupakan fenomena tiap dua tahun sekali saat matahari akan tepat berada di lintasan tengah bumi atau garis ekuator yang menimbulkan efek benda yang berdiri tegak tanpa bayangan.
Warga kota tersebut merayakan fenomena itu di Tugu Khatulistiwa yang berada Pontianak Utara. Tempat itu merupakan daerah perlintasan garis lintang bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Pontianak Syarif Saleh menuturkan berbagai agenda telah disusun untuk perayaan Equinox pada 21-23 Maret 2018.
"Ada planetorium yang difasilitasi oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dari Bandung sehingga ada edukasi bagi masyarakat," tutur Syarif Saleh pada Rabu (21/3).
Dia menuturkan planetarium itu juga bisa menjadi media bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan.
Di sisi lain, sejumlah pengunjung mendirikan telur untuk melihat bayangan benda yang tegak lurus menghilang dalam fenomena kulminasi di Tugu Khatulistiwa, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (21/3/2018) pukul 11.50 WIB.
Pesawat Tanpa AwakSelain planetorium mini, Borneo SkyCam dan Creative Robotic School membuat sebuah terobosan di bidang teknologi kreativitas dalam memeriahkan Titik Kulminasi Matahari.
Mereka menerbangkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak berbahan bakar tenaga surya dan ini merupakan yang pertama di Indonesia.
CEO BorneoSkycam Toni Eko Kurniawan menjelaskan penerbangan yang dilakukan pesawat tanpa awak kali ini bertajuk Membelah Langit Khatulistiwa.
Toni menjelaskan penerbangan pesawat yang mereka beri nama OPIOR-1603 yang dikembangkan Borneo SkyCam bersama Creative Robotic School ini juga dapat disaksikan lewat
live streaming di YouTube BorneoSkycam.
"Semua kami bikin sendiri dari bahan sterofoam dan kayu, hanya panel surya yang kami impor dari China," pungkas Toni.
(agh/asa)