Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan platform media sosial Instagram dan Facebook terbesar menampung ujaran kebencian, berita hoaks dan informasi terkait dengan terorisme.
Lembaga itu pun telah memblokir 4.078 akun berkonten radikal. Belum lagi, Kominfo juga menyisir sekitar 20 ribu akun terduga berkonten radikal. Namun masih dalam tahap verifikasi.
Dari 4 ribu akun konten ilegal yang diblokir, 48 persen berasal dari Instagram dan Facebook.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu, Damar Juniarto dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengatakan Facebook dengan jumlah pengguna di Indonesia sekitar 130 juta disadari oleh oknum tertentu untuk diduga menyebarkan konten ilegal guna memengaruhi opini publik.
Indonesia sendiri berada di peringkat ketiga pengguna Facebook terbanyak di dunia, di bawah India dan Amerika Serikat.
"Facebook itu dianggap sebagai sasaran strategis untuk menyebarkan gagasan konten ilegal untuk mengubah opini. Pengguna Facebook di Indonesia sangat banyak," kata Damar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (16/6).
Generasi MilenialDi sisi lain, Damar mengatakan pelaku penyebaran konten Facebook relatif berasal dari generasi yang melek teknologi, yakni Generasi Y. Mereka juga dikenal dengan generasi milenial yakni dengan usia 22 sampai 40 tahun.
Mereka pun menjadikan Generasi X yang berusia 41 sampai 52 tahun sebagai incaran.
Damar mengatakan Generasi Y merupakan generasi yang melek teknologi dan piawai dalam penggunaan teknologi. Menurutnya, dua kelompok generasi itu merupakan generasi yang 'menghujani' informasi di lanskap sosial-politik di Indonesia.
 (Foto: REUTERS/Dado Ruvic) |
"Generasi Y adalah kelompok yg paling melek dan memanfaatkan media sosial sebagai cara mengubah opini publik lewat penyebaran informasi-informasi di tengah surutnya media
mainstream sebagai pemberi pengaruh," kata Damar.
Walaupun demikian, Generasi X juga terkesan gatal atau asal menyebarkan konten yang ia dapatkan dari media sosial. Damar menegaskan
generasi itu seolah-olah ingin orang lain tahu mengenai informasi yang diperolehnya.
Oleh karena itu Damar mengatakan Generasi X rentan untuk dijadikan sasaran dalam pembentukan opini, karena tak piawai menggunakan teknologi.
"Generasi X masuk dalam kelompok
Digital Immigrant yang ditandai dengan ketidakpiawaian dalam memilah informasi-informasi sehingga jadi sasaran empuk dalam menyebarkan konten kebencian dan diskriminasi," ujar Damar.
Pembekuan Akun TwitterSelain kedua platform itu, warganet pun diramaikan oleh pembekuan akun Twitter @LawanPolitikJKW milik politikus Demokrat pada pekan ini.
Pihak Twitter kepada CNNIndonesia pada 14 Juni lalu tidak mau memberikan komentar terhadap pembekuan itu dengan alasan privasi dan keamanan.
Praktisi media sosial Nukman Luthfie mengatakan platform media sosial bisa melakukan pendeteksian pelanggaran oleh akun berdasarkan laporan dari pengguna lain. Semakin banyak orang yang melaporkan semakin diutamakan oleh platform untuk memproses.
"Platform punya tim internal untuk
check & recheck, mengembangkan Artificial Intelligent, dan yang paling utama berdasarkan laporan pengguna lain," kata Nukman dalam cuitan pada akun Twitternya pada Kamis (14/6).
Nukman mengatakan pemerintah memang bisa meminta untuk membekukan sebuah akun, tapi platform akan memperlakukan permintaan pemerintah setara dengan permintaan dari pengguna lain.
Walaupun demikian, dia mengatakan, memang ada perlakuan khusus dari platform kepada pemerintah apabila ada konten yang genting.
(asa)