Jakarta, CNN Indonesia -- Aplikasi pembuat video pendek belakangan kian digemari oleh generasi Z untuk memacu kreativitas sekaligus sebagai ajang eksistensi diri. Generasi kelahiran 1996-2010 jadi sasaran empuk pemilik platform karena menyukai konten video.
Tik Tok dan Musical.ly menjadi dua platform untuk membuat dan berbagi video pendek berdurasi kurang dari 1 menit. Musical.ly merupakan perusahaan yang didirikan oleh
Alex Zhu dan Luyu Yang dengan Musical.ly Inc sebagai pengembang.Musical.ly merupakan aplikasi pembuat video pendek yang lebih dulu ada dan tren dibandingkan 'sang adik' Tik Tok. Aplikasi ini ada sejak 2015 untuk menawarkan kemudahan membuat video pendek yang unik untuk dibagikan ke sesama pengguna hingga ke Facebook, Twitter, dan Instagram.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengguna Musical.ly tercatat mencapai 90 juta di tahun 2016 dan terus berkembang hingga menyentuh 200 juta pengguna dengan 12 juta video baru yang diunggah per harinya.
Di masanya, aplikasi ini sukses menjadi wadah bagi 'Kids Jaman Now' untuk mengeksplorasi kreativitas. Sejumlah fitu yang dihadirkan antara lain 'Time Machine' untuk memutar video secara reverse, slow motion, fast, dan lapse. Bukan hanya itu, aplikasi ini juga dibekali filter berupa fitur color filter untuk mengkostumisasi tone warna dalam video.
Selain itu, platform ini juga menawarkan opsi 'duet' bagi pengguna yang ingin bernyanyi bersama dengan orang lain di tempat terpisah. Interaksi semacam ini yang tidak dimiliki 'sang adik' Tik Tok.
Sama halnya dengan Tik Tok, Musical.ly juga bisa digunakan untuk membuat video
lip-sync, menari, hingga mengerakkan tangan sembari menjulurkan lidah. Untuk urusan kualitas video, semuanya bergantung pada kreativitas
muser (sebutan untuk pengguna Musical.ly).
Pada November 2017, perusahaan induk Tik Tok, Beijing Byetedance Technology merogoh kocek hingga US$1 miliar untuk mengakuisisi penuh Musical.ly.
Sementara Tik Tok seakan jadi cara bagi perusahaan untuk mengatasi kekurangan pada Musical.ly. Fitur yang lebih interaktif dengan sejmlah efek khusus jadi salah satu kecanggihannya. Sebut saja efek
hair drying, shaking, dan
shivering yang bisa dipakai sembari memutar lagu hip-hop, stiker 3D, dan berbagai fitur canggih lainnya.
Teknologi kecerdasan buatan dan pengkap gambar jadi kombinasi yang dihadirkan pada Tik Tok. Bisa dikatakan, aplikasi yang tersedia sejak September 2016 ini merupakan varian lebih canggih dari Musical.ly.
Dilansir dari
Business Insider, pada kuartal pertama 2018 Tik Tok telah diunduh sebanyak 45,8 juta kali. Sementara laporan yang dirilis App Annie mencatat Tik Tok merajai jumlah unduhan di App Store sepanjang tahun 2018 di seluruh dunia.
"Sepanjang tahun 2018, Tik Tok menjadi platform video pendek dan jaringan sosial dari Cina yang populer. Tik Tok melompat ke nomor 1 ke jumlah unduhan di seluruh dunia. Baru-baru ini Tik Tok mengungumkan di China saja, mereka memiliki 150 juta pengguna harian," tulis App Annie dalam keterangan tertulis.
Namun, sembilan bulan usai tersedia di Indoneia aplikasi Tik Tok harus diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Selasa (3/7) karena dianggap memiliki banyak konten negatif. Kemkominfo meminta agar Tik-Tok membersihkan diri seperti yang sebelumnya telah dilakukan oleh Bigo.
"Sebenarnya
platform live streaming seperti Tik Tok bagus untuk mengekspresikan kreativitas, namun jangan disalahgunakan untuk hal yang negatif. Setelah bersih dan ada jaminan untuk menjaga kebersihan kontennya, Tik Tok bisa kami buka kembali," kata Menkominfo Rudiantara, melalui pesan singkat.
(evn)