Jakarta, CNN Indonesia -- Pengguna aplikasi
smartphone di Indonesia senang mencoba aplikasi baru, namun mereka tak mementingkan soal keamanan aplikasi. Hal ini diungkap Country Manager F5 Networks Fetra Syahbana berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh perusahaannya.
"Kalau ada aplikasi baru mereka langsung coba, mereka tidak peduli aplikasi baru ini mengekspose data pribadi mereka," ujar Fetra.
Ia menyebut orang Indonesia pun seakan tidak peduli apabila sebuah aplikasi telah dibobol peretas. Pengguna Indonesia lebih mementingkan kenyamanan daripada keamanan dalam menggunakan sebuah aplikasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini terungkap berdasarkan survei yang dilakukan F5 Network. Hasil survei menunjukkan sebanyak 58 persen orang Indonesia tidak akan berhenti menggunakan aplikasi yang rentan dibobol.
Bahkan 50 persen orang Indonesia tidak akan berhenti meskipun aplikasi tersebut sudah dibobol. Oleh karena itu, pengguna aplikasi di Indonesia cukup rentan untuk dibobol oleh peretas.
"Tingkat kesadaran orang Indonesia masih rendah daripada rata-rata orang Asia Pasifik. Masih 50 persennya masih mau memakai aplikasi yang pernah dibobol," ujar Fetra pada konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/8).
Berdasarkan survei, 29 persen orang Indonesia menggunakan aplikasi dengan alasan kenyamanan penggunaan aplikasi. Sebanyak 24 persen beralasan menggunakan aplikasi yang tidak lemot (lemah otak -lambat).
Fetra kemudian mengatakan dalam mencoba aplikasi baru, orang Indonesia juga tidak memikirkan keamanannya terlebih dahulu.
Senang coba aplikasi baruAtas perilaku itu, Fetra mengidentifikasi Indonesia sebagai "The Voyager".
The Voyager adalah kaum yang terbuka dengan teknologi baru. Kendati demikian kaum ini yang rentan dengan pembobolan data.
Negara Filipina dan India memiliki perilaku yang kurang lebih sama dengan Indonesia. Kedua negara ini terbuka dengan aplikasi, tapi tidak memikirkan keamanan aplikasinya.
Fetra mengatakan seharusnya orang Indonesia juga memikirkan keamanan sebuah aplikasi. Pasalnya sewaktu-waktu aplikasi tersebut bisa saja diretas oleh
hacker.
"Keamanan itu sesuatu aset yang harus dilindungi. Kita harus mengingatkan masyarakat. Pembocoran data ini cukup besar. Karena terdapat data-data privat di situ. Misalnya informasi alamat, gaji, saldo bank, bahkan kartu kredit," ujar Fetra.
Survei ini melibatkan 3,757 responden yang tersebar di negara Indonesia, Australia, India, China, Filipina, Singapura, Hong Kong. ada 706 responden di Indonesia. Survei dilakukan sepanjang Maret 2018.
(eks/wis)