Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Direktur Prestige Image Motorcars Rudy Salim mengatakan tidak sependapat dengan usualan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla tentang penghentian impor kendaraan mewah kapasitas mesin di atas 3.000 cc.
Mobil-mobil premium masuk ke Indonesia dengan klasifikasi itu populasinya sedikit, namun tetap menyumbang untuk pendapatan negara lewat pajak.
"Padahal dampak mobil mewah juga berkontribusi untuk pemasukan pajak lainnya di Indonesia. Pajak progresive, BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan BBN-nya lebih tinggi dari mobil lain. BBM juga pasti non subsidi," kata Rudi melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Rudi, meski pasarnya cuma secuil, mobil dengan spesifikasi itu melekat dengan pajak. Rudy menjelaskan ada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 30 persen, Pemberitahuan Impor Barang (PIB) 30 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5 persen, yang disumbang ke negara.
Prestige Image Motorcars sendiri sebagai perusahaan importir yang menjual merek seperti Ferrari, Lamborghini, McLaren, dan Bugatti ini beranggapan pasar mobil mewah di atas 3.000cc di dalam negeri besarnya hanya 0,03 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendapat lain datang dari Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto yang menilai usulan JK kurang tepat. Sebab, acuan yang digunakan untuk menghentikan impor mobil mewah seharusnya bukan besaran mesin, melainkan harga.
"Sekarang dibandingkan, kecil cc-nya dengan teknologi dan elektrik super canggih. Itu bisa lawan yang 5.000 cc. Jadi gitu saja, cc tidak bisa dijadikan acuan, kalau mau yang harga," ujar Jongkie.
Sebelumnya JK berpendapat, mengurangi impor mobil premium bisa menekan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Cara itu dianggap bisa mengecilkan impor agar ekspor dari Indonesia bisa naik lebih tinggi.
(fea/mik)