Jakarta, CNN Indonesia -- CEO
JD.com Richard Liu telah kembali ke China dan mulai bekerja setelah sempat ditangkap di Amerika Serikat karena dugaan pelecehan seksual.
Dilansir dari
Reuters, Liu telah kembali ke China setelah ditangkap oleh polisi Minneapolis, Amerika Serikat atas kasus dugaan pelecehan seksual. Namun, polisi mengatakan penyelidikan atas kasus tersebut masih berlangsung.
Dalam pernyataan JD.com kepada media, mereka mengungkapkan Liu tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia telah dibebaskan tanpa dakwaan apa pun, dan tanpa persyaratan untuk jaminan. Liu telah kembali bekerja di China," kata perusahaan itu dalam pernyataan singkat kepada
Reuters, Senin malam, (3/9).
Pernyataan JD bertolak belakang degan kepolisian AS. Mereka mengungkap bahwa Liu dibebaskan karena polisi tidak menemukan bukti pelecehan dan membebaskan Liu untuk melanjutkan perjalanan bisnisnya.
Hingga saat ini, Liu masih belum bisa dihubungi oleh
Reuters untuk konfirmasi.
JD sendiri adalah raksasa e-commerce kedua terbesar di China setelah Alibaba. Bloomberg memperkirakan bahwa kekayaan pria ini mencapai US$7,3 miliar (sekitar Rp107,5 triliun). Jumlah kekayaan ini hanya seperlima dari kekayaan Jack Ma yang menjadi bos Alibaba yang memiliki kekayaan US$ 38,2 miliar (sekitar Rp562,7 triliun).
Liu membangun JD 20 tahun lalu. Perusahaan ini menjual berbagai hal mulau dari peralatan elektronik hingga bahan makanan. JD juga membentuk layanan logistiknya sendiri untuk mempercepat pengiriman.
JD juga memiliki pusat penelitian di Silicon Valley yang fokus pada pengembangan machine learning dan kecerdasan buatan (AI).
Google baru-baru ini berinvestasi US$550 juta (Rp8,1 triliun) di perusahaan yang bermarkas di Beijing itu. Keduanya berencana untuk menjalin kerjasama untuk melebarkan e-commerce di Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan Eropa.
Hal ini dilakukan untuk menyaingi ekspansi Amazon dan Alibaba. JD berambisi untuk mengambil alih pasar Barat. Kepada The Financial Times, Liu menyebut akan menyaingi Amazon di Eropa pada 2019.
(reuters/age)