Jakarta, CNN Indonesia -- Hujan mulai sering datang, lantas permukaan jalanan bakal sekian lama basah atau bahkan tergenang air. Saat berkendara pada kondisi itu, pengemudi jangan sepelekan efek aquaplaning demi keselamatan.
Aquaplaning atau hydroplaning merupakan kondisi saat ban tidak mendapatkan traksi pada permukaan jalan karena terhalang lapisan air. Dalam kondisi seperti itu kendaraan cenderung sulit dikendalikan dan bisa berujung kecelakaan.
Aquaplaning bukan hanya bisa terjadi saat hujan, tetapi mungkin juga setelah hujan saat jalanan masih basah. Pada kondisi hujan visibilitas pengendara pasti berkurang hingga posisi genangan air bisa saja tidak terlihat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada banyak faktor penyebab aquaplaning. Dijelaskan Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, faktor-faktor itu misalnya kecepatan yang terlalu tinggi saat melewati genangan air atau kondisi ban tidak sehat.
Menurut Jusri pada saat hujan ataupun ketika permukaan jalan basah atau licin, kecepatan kendaraan sudah seharusnya di bawah ideal.
"Pada saat di permukaan datar sekali pun, genangan air 1 cm saja menjadi lapisan film yang memisahkan permukaan ban dan permukaan jalan. Lapisan film ini yang jelas, secara analogi, akan mengurangi cengkraman ban dari permukaan jalan," ucap Jusri, Minggu (28/10).
Jusri menganalogikan saat kendaraan ngebut melewati genangan air 1 cm seperti batu tipis yang dilempar ke permukaan danau. Pada kondisi seperti itu sangat sulit sekali mengendalikan kemudi.
"Ketika terlalu cepat, ya selip. Jadi antisipasinya begitu jalan basah, kurangi kecepatan, ada genangan air kurangi kecepatan. Kalau kita lalai, teknik
recovery-nya yang pertama jangan mengerem, lalu mengarahkan roda depan ke arah selip," ujar Jusri.
Selain jangan mengerem, Jusri juga mengatakan dilarang menggunakan teknik
engine brake untuk mengurangi kecepatan kendaraan. Selepas aquaplaning penting untuk membebaskan semua roda dari hambatan.
Pada kendaraan manual dikatakan pengemudi harus sigap menekan kopling sementara pada otomatis segera memindahkan tuas transmisi dari posisi D (Drive) ke N (Netral).
"Bila lari ke kiri, setir tekuk ke kiri, baru di-
counter ke kanan, ini dilakukan berkali-kali sambil menekan kopling. Tujuannya memutuskan tenaga mesin ke roda dan membuat putaran roda-roda bebas sehingga kecepatan putaran roda akan sama dengan momentum," jelas Jusri.
Pengereman dikatakan bisa dilakukan ketika kendaraan sudah dalam posisi bisa dikendalikan.
"Rem yang dilakukan seketika itu malah bisa berbahaya. Kalau turun gigi (seperti praktek
engine brake), dia akan menahan momentum atau kecepatan massa. Kecepatan massa ini kan tidak terlihat," kata Jusri.
Persiapan berkendara hujanSebagai tindakan preventif, Jusri menyarankan setiap pemilik kendaraan untuk memastikan semuanya siap menghadapi hujan. Bagian yang perlu dicermati adalah sistem kelistrikan, ban, dan hal-hal terkait visibilitas.
Saat hujan kelistrikan bisa jadi bermasalah karena ancaman air. Jusri menyarankan memeriksa dan memperbaiki kondisi kabel-kabel jangan sampai ada yang sobek.
Soal ban, dikatakan pemilik wajib memeriksa berdasarkan Thread Wear Indicator (TWI) plus ditambah pengamatan mata untuk mencari lebih detail masalah ban seperti aus, luka, dan lain sebagainya.
Masalah ban seperti tekanan udara tidak ideal dan aus bisa mendukung terjadinya aquaplaning.
Terkait visibilitas pemilik disarankan memeriksa kondisi karet wiper dan lampu-lampu. Karet wiper yang sudah getas seharusnya diganti sebagai persiapan hujan sedangkan lampu-lampu perannya penting bukan hanya untuk membantu visibilitas tetapi juga bentuk komunikasi dengan kendaraan lain di jalanan.
(fea/mik)