Jakarta, CNN Indonesia -- Status unicorn adalah impian bagi setiap pelaku
startup. Kendati demikian,
Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) mengatakan valuasi startup di atas US$1 miliar bukan menjadi patokan dalam menentukan kesuksesan sebuah startup.
"Unicorn bukan segala-galanya. Artinya bukan berarti perusahaan tidak jadi unicorn itu tidak bagus juga, banyak perusahaan yang tidak unicorn tapi lebih profit dibanding unicorn," kata Ketua Umum idEA Ignatius Untung, Kamis (8/11).
Sementara itu, pemerintah telah memiliki program IDX Inkubator yang merupakan tempat pembinaan Bursa Efek Indonesia (BEI) bagi pengusaha start up yang ingin menggalang dana melalui pasar modal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BEI juga segera meluncurkan papan pencatatan saham startup pada 2019 untuk mengundang para startup melakukan penawaran saham publik perdana (
Initial Public Offering/ IPO). Ignatius mengatakan IPO juga bukan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan.
"Kami mendukung yang program dorong startup untuk IPO tapi harus balance dengan komunikasi kalau IPO itu bukan segala-galanya. Hal yang sama banyak perusahaan tidak IPO tapi juga cukup sehat dibandingkan yang IPO," ucapnya.
Ignatius juga mengatakan IPO bisa membantu startup mengembangkan bisnis di samping menjamin keberlangsungan hidup.
"IPO itu opsi tapi jangan lupa perusahaan IPO juga bisa tutup. Kalau drop terlalu jauh. Jadi IPO itu opsi tapi bukan berarti lombanya selesai tapi bisa tutup juga. Tidak bisa garansi perkembangan," ungkapnya.
Kendati demikian Ignatius mengakui bahwa IPO memberikan kepastian aliran dana investasi bagi startup. Pasalnya kalau tidak IPO, startup harus mampu mengumpulkan seri pendanaan.
"IPO aliran dana lebih stabil dan ada jaminan akan ada funding lagi. Daripada dia harus stop dan pitching ide lagi agar mau investasi. Ini kan proses yang lebih ribet daripada IPO," kata Ignatius.
(jnp/evn)