Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan bahwa Indonesia sejatinya pernah memiliki 22 bouy,
alat pendeteksi tsunami pada 2013. Buoy tersebut tak hanya buatan Indonesia tetapi juga sumbangan dari negara tetangga pasca Tsunami Aceh pada 2004.
Kendati demikian, Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT Hammam Riza menjelaskan bahwa pengoperasian dan perawatan alat tersebut tidak murah. Kerusakan komponen saja mengharuskan BPPT mengambil dan memperbaiki alat menggunakan kapal ke tengah laut.
"Pengoperasiannya terkendala karena beberapa buoy sebagian besar hilang karena vandalism, kerusakan yang membutuhkan perawatan lebih tinggi," terang Hammam saat dihubungi
CNNIndonesia.com pada Rabu (26/12) melalui sambungan telepon.
"Untuk merawatnya juga pakai kapal. Itu semua butuh biaya sehingga pada 2013 itu selesai kami coba rawat tapi karena keterbatasan anggaran akhirnya kita tidak bisa teruskan lagi program buoy," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perawatan buoy perlu biaya besar karena butuh hari layar untuk menurunkan dan mengangkat lagi buoy setiap tahun. Selain itu, BPPT juga harus merawat link satelit buoy untuk memastikan pengiriman data dari bouy ke pusat datanya lancar.
Karena tak ada lagi biaya, BPPT kemudian mengambil sisa-sisa buoy rusak di laut untuk diperbaiki di labnya. Sejak 2016, sudah tak ada satu pun bouy yang menjadi pendeteksi dini di laut.
Awalnya, bouy itu diletakkan di seluruh lautan Indonesia mulai dari Samudera Hindia hingga bagian Samudera Pasifik.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong diterbitkannya Peraturan Presiden yang mendorong buoy generasi ketiga diluncurkan. Bouy itu dilengkapi dengan alat pendeteksi tsunami lain yang lebih canggih sehingga bisa menjadi perangkat deteksi dini tsunami.
"Misalnya dengan berbasis
cable based submarine ini kami harapkan nanti bisa melengkapi kebutuhan untuk melaksanakan sistem deteksi dini," kata dia.
BPPT akan mengembangkan buoy generasi ketiga tersebut namun masih menunggu adanya anggaran dari pemerintah untuk pelepasan dan pengoperasiannya. Hammam menjelaskan BPPT mengusulkan dilepaskannya delapan buoy generasi ketiga.
Mereka akan ditaruh di Sabang, Selat Sunda, Sukabumi, Pantai Selatan seperti Jogja, Bali, NTT, Papua, Manado hingga Laut Banda.
"Estimasi biaya per buoy itu Rp5 miliar, jadi kalau delapan ya Rp40 miliar. Itu hanya untuk pengadaan, kalau operasional beda lagi," pungkas Hammam.
(age)